Jumat 29 May 2020 06:36 WIB

Enny Sri Hartati, Kawal Ekonomi Bangsa dengan Spirit Agama

Banyak petani Muslim yang fakir ditawari akan diberi mi instan kalau mau pindah agama

Rep: Imas Damayanti/ Red: A.Syalaby Ichsan
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi Enny Sri Hartati (48 tahun), berkarya dan beramal saleh dapat dilakukan sesuai dengan kapasitas diri yang dimiliki. Sebagai akademisi yang mumpuni dalam bidang ekonomi, Enny kerap mengawal dan mengkritisi kebijakan perekonomian yang tidak berorientasi kepada kemakmuran rakyat.

Menurut Enny, Indonesia merupakan negeri yang dikaruniai keberkahan luar biasa oleh Allah SWT. Semangat untuk menjadikan Indonesia sebagai baldatun tayyibatun wa Rabbun ghafur harus direalisasikan dengan sikap untuk mengelola keberkahan yang telah diberi.

Nama Enny memang sering berseliweran di berbagai media. Analisis serta masukan-masukannya terkait ekonomi yang disampaikan ditujukan bukan untuk menyakiti siapa pun secara personal. Enny mengaku, spirit menyampaikan kebenaran yang ia percaya berdasarkan disiplin ilmu yang digelutinya adalah panggilan nurani.

“Saya lahir dan besar di lingkungan petani, jadi saya merasakan dan melihat betul bagaimana susahnya para petani. Maka, jika ada kebijakan yang saya rasa nggak prorakyat, saya dan teman-teman peneliti pasti akan sampaikan kritik dan masukan,” kata Enny saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (20/5).

Spirit amar makruf nahi mungkar yang diajarkan dalam Islam selalu menjadi landasan Enny untuk menyampaikan masukan. Menurut dia, sudah sepatutnya kebijakan yang merugikan rakyat harus dikoreksi agar Indonesia dapat memanfaatkan energinya terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi.

Lahir dan dibesarkan di lingkungan petani, Enny memang memantapkan tekad untuk menempuh studi dalam bidang ekonomi. Dia percaya, sebagaimana yang diajarkan agama bahwa kefakiran dapat mendekatkan pada kekufuran, maka cita-cita konstitusi untuk menyejahterakan segenap rakyat Indonesia pun secara otomatis menjadi tanggung jawab kolektif bangsa.  “Dulu ketika saya kecil, bayangkan, banyak petani Muslim yang karena fakir sampai ditawari akan diberi mi instan kalau mau pindah agama. Ini kan bahaya sekali,” ujarnya mengenang.

Tidak heran sejak mahasiswa, Enny telah menjadi peneliti dengan mengikuti penelitian-penelitian yang dilakukan para dosennya. Dia mendatangi petani, petambak, hingga bagaimana sektor migas di Indonesia dieksplorasi, tetapi belum cukup mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat.

Pada masa pandemi virus korona jenis baru (Covid-19) seperti saat ini, dia berpendapat Indonesia bisa memperbaiki pertumbuhan ekonominya minimal tidak berada pada 2,97 persen dalam kuartal 1 2020 secara tahunan atau //year on year// (yoy). Caranya adalah dengan memperbaiki konsumsi rumah tangga yang masih menjadi mayoritas penopang laju pertumbuhan ekonomi.

Meski mengakui dampak ekonomi pandemi Covid-19 tak hanya dialami Indonesia, dia menilai sudah seharusnya negeri ini menjaga imunitas pertumbuhan ekonominya lebih baik. Enny menilai, fakta rontoknya perekonomian global tak boleh dijadikan alasan bagi Indonesia mewajarkan pembenahan ekonomi dengan ‘seadanya’.

Dia menjelaskan, sudah saatnya Indonesia memperbaiki konsumsi rumah tangga yang tidak bergerak menjadi tumbuh. Caranya adalah dengan melakukan substitusi impor agar bahan baku lokal dapat dipergunakan semaksimal mungkin di tengah ketidakpastian arus ekspor-impor antarnegara yang terjadi saat ini.

Enny menilai, kondisi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di mana-mana akibat wabah terjadi akibat dua hal. Pertama, operasional pabrik yang terhenti akibat tidak tersedianya bahan baku yang biasa disuplai impor. Kedua, akibat tidak tumbuhnya daya beli sehingga mematikan produksi.

“Untuk itu, saya rasa, meski agak susah untuk menumbuhkan ekonomi yang melesat tinggi, setidaknya kita harus memperbaiki jangan sampai (pertumbuhan ekonomi) jatuh-jatuh amat. Manfaatkan bahan baku lokal,” ujar dia.

Dia percaya, niat baik dari suatu kebijakan dapat memakmurkan bangsa dan negara. Namun, masih banyak politik kepentingan serta kepentingan bisnis yang melingkupi ranah kebijakan. Karena itu, dia menilai kebijakan yang diterapkan pemerintah belum dapat menjadikan Indonesia sebagai negeri baldatun tayyibatun wa Rabbun-ghafur. N ed: a syalaby ichsan

Profil

Nama lengkap: Enny Sri Hartati

Tempat, tanggal lahir: Karanganyar, 27 Juli 1971

Riwayat pendidikan: Doktor program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian IPB (2012), Magister Sains Program Ilmu Ekonomi Pertanian konsentrasi Pembangunan dan Kebijakan Pertanian IPB (2004), Sarjana Ekonomi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro Semarang (1995).

Riwayat aktivitas: Dosen ekonomi di Universitas Trisakti (1996-2011), Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 1997-2011, Tenaga Ahli Komisi X DPR RI (2007-2010), peneliti senior Indef (2019-sekarang).

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement