Jumat 29 May 2020 07:16 WIB

Mengenal Ratu Junti, 'Rabiah al Adawiyah' dari Cirebon

Nyi Ratu Junti digambarkan sebagai perempuan yang gemar mengembara

Rep: Rahmat Fajar/ Red: A.Syalaby Ichsan
Muslimah shalat. (ilustrasi)
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Muslimah shalat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Kisah perempuan sufi  termuat dalam banyak guratan sejarah Islam. Sufi terkenal da lam sejarah Islam, khu susnya da ri kalangan perempuan ada lah Rabiah al- Ada wiyah. Dia dikenal karena kecintaannya kepada Allah. Dia menganggap tak ada sesuatu apa pun yang pantas dicintai lebih besar dari Allah.

Kisah tentang kesufian Ra biah al-Adawiyah tersebut juga terjadi dalam sejarah Islam di nusantara. Dia juga memiliki kecintaan yang sangat besar kepada Allah. Dia dikenal sebagai perempuan yang sangat menjaga kesuciannya.

Pe rempuan tersebut adalah Nyi Ratu Junti. Dalam Babad Cirebon Carub Kandha Naskah Tangkil diceritakan bahwa Nyi Ratu Junti selalu menolak untuk bersentuhan dengan laki-laki. Dia juga menghindari lak-laki yang berharap agar dirinya menjadi istrinya.

Cerita terkenal tentang Nyi Ratu Junti ini yakni jatuh cintanya Dhampu Awang, seorang juragan yang kaya raya. Dia adalah putra dari Brahmana Sakti Linu wih. Untuk membuktikan keseriusan cintanya kepada Ratu Junti, Dhampu Awang lalu membawa harta dan kepingan emas yang beraneka ragam untuk dihadiahkannya.

Dhampu Awang sampai me lempar-lemparkan perhiasan emas ke sembarang tempat di sekitar Keraton Ratu Junti. Tujuannya agar Ratu Junti bersedia menemuinya dan hatinya luluh. Namun, justru kebalikannya, Ratu Junti menolak dan semakin menjauh. Guna menghindari kejaran Dhampu Awang, Junti membuat sayembara, yaitu barang siapa yang bisa membongkar bersih Kuta Bambu Pri dalam semalam, maka ia akan mengabdi kepada orang itu.

Sayembara itu didengar oleh Dhampu Awang lalu dia mengumumkan kepada semua orang. "Hey wong Junti, carilah olehmu emas-emasku dalam semalam ini. Oleh itu sediakanlah per alatan untuk menggempur bersih Kuta Bambu Ori Nyi Ra tu Janti," kata Dhampu Awang.

Pengumuman Dhampu awang tersebut direspons oleh warga Junti. Mereka mengajak keluarganya yang tinggal di desa lain. Mereka membawa peralatan seperti linggis, pacul, wadung, bendo, rimbas, dan pedang.

Ketika malam tiba, Dhampu Awang menebar emas. Penduduk Junti pun beramai-ramai menggempur Kuta Bambu Ori dan ber sih. Kendati Dhampu Awang berhasil memenangkan sayembara, Nyi Ratu Junti melarikan diri bersama putri angkatnya ke Karang Gayam untuk meminta perlindungan kepada Syekh Bentong.

Dhampu Awang tahu Nyi Ra tu Junti melarikan diri. Dia membuntutinya menggunakan perahu saktinya dari awang-awang. Di saat perahunya ber ada tepat di atas Syekh Bentong yang sedang berbincang dengan Nyi Ratu Junti, perahunya jatuh ketika terbangun melihat Nyi Ratu Junti sedang berada di depan sesepuh.

Dhampu Awang merasa malu atas perbuatannya yang terus memaksa Nyi Ratu Junti, meski telah ditolak. Dhampu Awang lalu pergi kembali ke negerinya. Dikisahkan dalam buku tersebut, Nyi Ratu Junti masuk Islam di bimbing langsung oleh Syekh Bentong Karang Gayam.

Nyi Ratu Junti kemudian diperistri oleh Syekh Bentong. Syekh Bentong sendiri merupakan putra dari ulama quran dari Karawang yakni Syekh Quro. Dalam buku tersebut juga disebutkan bahwa Nyi Ratu Junti berguru kepada Syekh Siti Jenar. Nyi Ratu Junti digambarkan sebagai perempuan yang gemar mengembara. Dia memandang bahwa segalanya hanya tertuju ke pada Allah.

Dalam artikel lain disebut kan, Nyi Ratu Junti pemimpin wilayah Kegadengan Junti yang merupakan bahian dari Kesultanan Ci rebon dengan Mbah Ku wu Sangkan sebagai Sultan pertama de ngan gelar Prabu Abhi Seka Sri Mangana Khali fatur Rasul Sayyidina Panatagama Ratu Aji Caru ban Larang. Dalam masa-masa pemerintah an selanjutnya, wilayah Kage dengan Junti dipimpin oleh seorang Kuwu. Desa Juntiyat me rupakan ibu kota Kecamatan Jun tiyat wilayah Kabupaten Indramayu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement