Jumat 29 May 2020 14:43 WIB

Kapten Purnawirawan Ditangkap, Kadispenad: Ranahnya Polisi

Ruslan Buton sempat membuat surat terbuka untuk meminta Presiden Jokowi mundur.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Proses penangkapan Kapten Purnawirawan Ruslan Buton.
Foto: Istimewa
Proses penangkapan Kapten Purnawirawan Ruslan Buton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat gabungan kepolisian dan Polisi Militer (POM) TNI AD menangkap, Ruslan Buton, mantan prajurit TNI AD di Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5). Ruslan dikenal sebagai panglima Serdadu Eks Trimata Nusantara yang terakhir berdinas di Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara. Ruslan disebut terakhir berpangkat Kapten Infanteri.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispaned), Kolonel Nefra Firdaus menjelaskan, jika status Ruslan saat ini sudah sipil hingga kasusnya ditangani kepolisian, bukan tanggung jawab TNI AD. "Kalau sudah purna (tugas), ranahnya polisi," kata Nefra saat dikonfirmasi Republika, Jumat (29/5).

Dalam video yang viral di media sosial (medsos), Ruslan saat ditangkap mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Dia tidak melawan sama sekali ketika petugas menghampirinya. Ruslan yang memiliki badan tegap, sempat pamit kepada anak kecil yang ada di rumahnya, sebelum masuk mobil dengan kawalan petugas. Masyarakat sekitar banyak yang menonton detik-detik penangkapan Ruslan oleh petugas gabungan.

Nefra menjelaskan, memang POM TNI AD hadir dalam penangkapan Ruslan. Menurut dia, hal itu dilakukan lantaran kepolisian yang meminta pendampingan. "Biasa kalau polisi minta bantuan, sama halnya yang lain," ucap Nefra.

Sosok Ruslan sempat viral lantaran membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mundur dari jabatannya, lantaran dianggap tidak prorakyat. Dengan merekam suaranya, Ruslan mengingatkan, solusi terbaik masalah bangsa adalah jika Jokowi berkenan mundur.

“Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” kata Ruslan dalam video yang dibuat pada 18 Mei 2020.

Karier Ruslan di TNI berhenti lantaran ia pernah terjerat kasus, dan dihukum

Pengadilan Militer Ambon pada 2018. Jabatan terakhirnya, yaitu komandan pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement