CIREBON, AYOBANDUNG.COM -- Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSPPPA) Kota Cirebon mengakui, belum seluruh program bantuan sosial (bansos) dari pemerintah tersalurkan.
Kepala DSPPPA Kota Cirebon, Iing Daiman menyebut, bansos Provinsi Jawa Barat non Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi salah satu bansos yang belum tersalurkan. Di Kota Cirebon, penerimanya tercatat 14.131 rumah tangga sasaran (RTS).
"Ada juga Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI yang sampai sekarang masih dalam proses pendistribusian," katanya kepada Ayocirebon.com.
Pernyataan itu disampaikan Iing menyikapi masih adanya warga yang mengaku belum beroleh bantuan, salah satunya pasangan suami istri Miski (47) dan Kusmiyati (42), warga RT 01/07 Mekar Asih, Kelurahan Kecapi, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.
Iing memastikan, pengecekan yang dilakukan pihaknya mendapati nama Kusmiyati sebagai penerima Program Keluarga Sejahtera (PKH) maupun Program Sembako (pengganti BNPT) dari Kemensos RI.
"Berdasarkan data Surat Perintah Penyediaan Dana (SP2D), warga atas nama Miski dan Kusmiyati terdapat di data penerima program sembako dan PKH dari Kemensos," bebernya.
SP2D sendiri, imbuhnya, menjadi dasar yang bersangkutan bisa menerima atau tidak bantuan dimaksud.
Penyaluran bantuan PKH melalui Bank BTN. Bila pun seorang penerima tak menerima bantuan yang seharusnya dia dapat, Iing membuka kemungkinan telah terjadi kesalahan pada Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dipegang warga.
Iing menambahkan, tak semua warga yang diusulkan RT/RW sebagai penerima bantuan bisa memperolehnya. Terdapat seleksi yang ditentukan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan.
"Dari jumlah 68.768 RTS yang diusulkan, yang lolos seleksi 35.365 RTS," tuturnya.
Jumlah penerima yang dinyatakan lolos seleksi didasarkan pada hasil screening yang dilakukan Pemkot Cirebon.
Dia menerangkan, setiap warga yang diusulkan sebagai penerima bantuan harus dikroscek langsung ke lapangan oleh petugas di tingkat kelurahan.
Beberapa hal yang harus dikroscek petugas, masing-masing nomor induk kependudukan (NIK), usulan RT/RW, dan penerima tak boleh menerima bantuan secara ganda/dobel.
"Ini jadi dasar seorang warga bisa memperoleh bantuan atau tidak," cetusnya.
Hasil kroscek petugas di kelurahan inilah yang kemudian menjadi data bagi pemerintah untuk memberi bantuan.
Namun begitu, dia tak menampik keterbatasan kerap dihadapi petugas di lapangan. Akibatnya, tak jarang informasi yang diterima masyarakat pun menjadi tak utuh.
Tak sedikit pertanyaan yang selanjutnya diterima pihaknya terkait bansos. Salah satunya pengakuan Miski dan Kusmiyati yang mengatakan belum menerima bantuan.
Pasca kroscek petugas, Kusmiyati rupanya memang telah terdaftar sebagai penerima PKH dan program sembako.
Ketua RW 07 Udjang Mulyana menerangkan, Kusmiyati kurang memahami ihwal bansos. Di luar PKH dan program sembako yang telah diterimanya, dia mengira akan kembali memperoleh bantuan lain khusus bagi warga terdampak Covid-19.
Bantuan lain dimaksud berupa BST yang saat ini tengah dalam proses pendistribusian oleh kantor pos. Meski dimaksudkan bagi warga terdampak Covid-19, BST tetap harus diberikan bagi warga yang belum menerima bantuan apapun dari pemerintah untuk menghindari bantuan ganda.
"Jadi, ada salah penafsiran pada warga. Mereka mengira ada bantuan lain khusus Covid-19, makanya Kusmiyati mengaku belum menerima bantuan yang berkaitan dengan Covid-19," jelas Udjang.
Pihak RT/RW maupun kelurahan sendiri sebelumnya telah menerangkan, setiap warga kurang mampu hanya menerima satu program bantuan.
Sayangnya, tak semua warga melaporkan diri telah menerima bantuan. Kondisi itu berdampak pada pendataan di tingkat RT/RW.
Tak jarang, pengurus RT/RW setempat tak mengetahui mana warga yang telah menerima bantuan dan mana warga yang belum menerimanya.
Situasi itu diperparah dengan kekurangpahaman warga atas bansos dan ketentuan yang mengikatnya, seperti yang dialami Miski dan Kusmiyati. Akibatnya, laporan yang diterima RT/RW setempat pun menjadi rancu dan membingungkan.
Sekalipun demikian, Udjang mengaku bersyukur warganya telah beroleh bantuan. Keluarga Miski diketahui memperoleh bantuan PKH berupa uang tunai Rp125.000/bulan.
"Sayangnya, untuk Program Sembako, yang bersangkutan mengaku belum menerimanya selama tiga bulan. Informasi dari petugas pendampingnya, bantuan sembako akan dirapel bulan depan," tandas Udjang.
Diberitakan sebelumnya, Miski dan Kusmiyati menjadi salah satu warga yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, terlebih pada pandemi Covid-19.
Miski yang menderita kelumpuhan setelah terjatuh di tengah pekerjaannya sebagai buruh bangunan, selama sekitar tujuh tahun terakhir tak bisa lagi menafkahi keluarganya.
Sang istri, Kusmiyati, lantas mengambil alih kewajiban sang suami dengan berjualan seblak. Namun, pasangan beranak satu yang masih tinggal menumpang di rumah orang tua Kusmiyati ini mengaku, penjualan seblak terus menurun di tengah pandemi.
Akibatnya, mereka kesusahan bertahan. Orang tua Kusmiyati pun tak jarang membantu sang putri bertahan hidup melalui bantuan modal berjualan seblak.
Namun, itu pun tak cukup membantu manakala situasi ekonomi secara makro tak mendukung. Kusmiyati pun terpaksa berhenti berjualan selama sekitar satu bulan akibat ketiadaan modal.
Kepada Ayocirebon.com, Kusmiyati kala itu mengaku tak beroleh bantuan di tengah pandemi Covid-19 ini. Padahal, Ketua RW setempat, Udjang Mulyana menyatakan, telah mendata Miski sebagai kepala keluarga untuk menerima bantuan pemerintah.