REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Selama pandemi virus corona pelecehan terhadap warga Asia-Amerika meningkat drastis. Hal ini memicu aktivis-aktivis masyarakat di Amerika Serikat (AS) untuk melawan segala bentuk diskriminasi dengan melakukan patroli, mengandalkan media sosial dan saling mendukung satu sama lain.
Tahun ini warga Asia-Amerika yang berasal dari berbagai latar belakang harus menderita serangan. Para aktivis mengaitkannya dengan pandemi virus corona di China. Beberapa orang mengatakan mereka takut pelecehan lebih buruk lagi pada tahun politik, terutama ketika hubungan diplomatik AS-China memburuk.
"Ketika China menjadi musuh, orang-orang yang seperti orang China menjadi musuh, ekonomi sedang merosot, banyak orang sekarang, masyarakat marah dan takut dan semakin ingin mengusir warga Asia-Amerika," kata profesor kajian Asia-Amerika di San Francisco State University Russell Jeung, Jumat (29/5), dilansir laman Reuters.
Sejak 19 Maret sudah ada 1.800 laporan pelecehan terkait pandemi virus corona yang dilaporkan ke situs Stop APPI Hate. Situs yang Jeung dirikan bersama dua kelompok advokasi warga Asia-Amerika.
Stop APPI Hate mengatakan sembilan dari 10 korban di serang karena ras mereka. Sekitar 37 persen insiden terjadi di tempat umum. Sekitar 90 persen pelecehan terjadi dalam bentuk kekerasan verbal dan menjauh secara berlebihan. Sekitar 15 persen korban mengalami kekerasan fisik atau diludahi.
Jeung mengatakan beberapa pelecehan terjadi di toko-toko. Ia menambahkan APPI Hate sedang bekerja dengan ritel-ritel untuk mencari tahu bagaimana memastikan agar konsumen mendapatkan akses yang aman.
Pada pekan lalu Komisi Hak Asasi Kota New York meluncurkan kampanye diskriminasi terkait Covid-19. Setelah menerima 350 laporan diskriminasi dari 1 Februari hingga 15 Mei. Sekitar 133 atau 37 persen korbannya ada Asia-Amerika.
Jauh lebih tinggi dibandingkan laporan diskriminasi terhadap warga Asia pada tahun 2019 yang sebanyak 11 laporan. Berdasarkan laporan yang melihat dokumen FBI, badan intelijen itu memperingatkan adanya kenaikan kejahatan terhadap warga Asia-Amerika selama pandemi virus corona.
Di Chinatowns, sukarelawan berpatroli untuk melindungi warga dan melawan pelaku pelecehan. Kelompok yang dinamakan The Guardian Angels itu berpatroli di 130 kota di seluruh dunia, tahun ini pertama kalinya dalam 41 tahun merekrut komunitas Asia Amerika.
Anggotanya termasuk perempuan dan orang lanjut usia yang kerap menjadi korban. Tidak hanya The Guardian Angels. Asisten dokter gigi yang sedang menganggur, Sara Chin ikut berpatroli dengan kelompok Block Watch. Perempuan berusia 46 tahun yang berpatroli di Chinatowns, New York.
"Misi kami untuk mengobservasi, mencatat dan melaporkan," kata Leanne Louie.
Louie seorang pengusaha asal San Francisco membentuk kelompok patroli yang bernama United Peace Corp. Dalam delapan minggu kelompoknya sudah mengajukan 24 laporan, mulai dari insiden medis, perampokan mobil, dan pencurian, Ia mengatakan laporan-laporan itu mendorong tiga penangkapan.
"Kami bisa mematahkan kebiasaan lama, pola lama dan stereotip ketinggalan zaman, kami membantu masyarakat untuk keluar dari bayang-bayang dan merasa lebih berdaya," kata Louie.