Ahad 31 May 2020 01:17 WIB

Penasihat Inggris Ingatkan Bahaya Longgarkan Karantina

Pada Senin (1/6) mendatang Inggris akan melonggarkan kebijakan karantina nasional.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Warga menikmati cuaca yang hangat di bangku-bangku pinggir Sungai Thames di London, Kamis (28/5).
Foto: AP Photo/Frank Augstein
Warga menikmati cuaca yang hangat di bangku-bangku pinggir Sungai Thames di London, Kamis (28/5).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Dua penasihat saintifik pemerintah Inggris memperingatkan Covid-19 masih menyebar terlalu cepat untuk mencabut kebijakan karantina nasional. Salah satu di antaranya menyebut pelonggaran diputuskan berdasarkan alasan politis.

Pada Senin (1/6) mendatang Inggris akan melonggarkan kebijakan karantina nasional. Kelompok yang terdiri kurang dari enam orang boleh berkumpul di luar ruangan dan sekolah dasar kembali menggelar kelas tatap muka.

Baca Juga

Pemerintah Inggris berharap metode 'tes dan lacak' (test and trace) akan menahan laju penyebaran virus dan akhirnya mendorong negara itu keluar dari isolasi. Metode test and trace meminta masyarakat yang terinfeksi melakukan karantina mandiri.

Namun direktur Wellcome Trust dan anggota Kelompok Penasihat Saintifik Kedaruratan (SAGE) Inggris Jeremy Farrar mengatakan ia sepakat dengan rekannya John Edmunds. Menurut mereka 'penyebaran Covid-19 masih terlalu cepat untuk Inggris bisa mencabut karantina nasional'.

"TTI (test, trace, isolate) harus dilakukan, berfungsi dengan baik, mampu mengatasi peningkatan dengan cepat, responsnya bersifat lokal, hasilnya keluar dengan cepat dan angka infeksi menurun, dan angkanya dapat dipercaya," katanya di Twitter, Sabtu (30/5).

John Edmunds dari London School of Hygiene & Tropical Medicine dan juga anggota SAGE mengatakan pemerintah Inggris mengambil risiko yang terlalu tinggi. Sebab sistem test and trace mereka belum teruji.

"Pemerintah di Westminster telah membuat keputusan berdasarkan tingkat insidensi yang bisa mereka toleransi, tingkat insidensi di sini jauh lebih tinggi dibandingkan negara serupa di Eropa," kata Edmunds kepada BBC Jumat (29/5) lalu.

Insidensi adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit di satu periode waktu tertentu seperti bulan atau tahun. Menurut Edmunds insidensi Covid-19 di Inggris masih tinggi.

"Tapi jelas kami memutuskan dapat menoleransi tingkat insidensi ini, atau pemerintah memutuskan begitu," kata Edmunds.

Lebih dari 48 ribu pasien Covid-19 di Inggris meninggal dunia. Inggris pun menjadi salah satu negara dengan tingkat kematian Covid-19 tertinggi di dunia. Berdasarkan survei Kantor Statistik Nasional Inggris diperkirakan ada 54 ribu kasus baru Covid-19 setiap pekan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement