REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan seluruh jajaran menteri terkait untuk tidak melupakan ancaman stunting dan penyakit lainnya yang juga mewabah di tengah masyarakat meski kini pemerintah masih fokus menangani pandemi virus corona (Covid-19). Hal itu ditegaskan Presiden Jokowi dalam Ratas Evaluasi Proyek Startegis Nasional untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Dampak Covid-19 yang dilakukan secara daring, Jumat (29/5).
Guru Besar FKUI Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) mengatakan dalam mencegah terjadinya malnutrisi, deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan memiliki peran krusial. Kebijakan stay at home dan physical distancing menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu.
"Apabila tidak cepat dideteksi melalui pengukuran berat badan, panjang badan, hingga lingkar kepala, anak-anak bisa menderita malnutrisi kronis hingga menjadi stunting,” kata Damayanti dalam rilisnya, Sabtu (30/5).
Damayanti menambahkan, selain mempengaruhi otak, nutrisi pada awal kehidupan seperti protein hewani, asam amino, zat besi, maupun seng, juga berpengaruh kepada daya tahan tubuh seorang anak. Asupan yang tidak cukup dapat berpengaruh pada penurunan berat badan, weight faltering (kenaikan berat badan yang tidak sesuai kurva), kesulitan nafsu makan, hingga malnutrisi.
Pengamat dan aktivis kesehatan DR. Dr. Tubagus Rachmat Sentika, SpA, MARS, yang pernah menjabat sebagai Deputi Menko PMK 2014-2016, mengapresiasi tekad pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting. Namun, Rachmat mengkritisi kurangnya infrastruktur regulasi di Kementerian Kesehatan dalam upaya penanganan masalah stunting secara menyeluruh.
Menurut Rachmat, meskipun Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019 implementasinya masih belum berjalan dengan baik. Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan stunting harus dilakukan melalui survailans dan penemuan kasus oleh Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).
"Selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi baik gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya harus diberikan Pangan Khusus Medis khusus (PKMK),” kata Rachmat.
Penelitian intervensi yang dilakukan oleh Profesor Damayanti dari RSCM di Kabupaten pandeglang pada tahun 2018 menunjukkan bahwa anak-anak dengan gizi buruk atau kurang naik secara signifikan setelah diberikan PKMK dalam dua bulan. PKMK yang diberikan berupa minuman dengan kalori 100 dan 150.
Nutrisinya berisi elementeri diet berupa asam amino, glukosa, asam lemak dan mikronutrien yang secara evidence base sangat cocok untuk anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami gangguan gizi.
Rachmat Sentika menambahkan, seharusnya semua Puskesmas dan Rumah Sakit wajib menyediakan anggaran PKMK selain Anggaran PMT untuk menangani gangguan gizi yang akan berdampak pada stunting.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan, kebijakan pencegahan stunting ini harus dikawal dan dilakukan mulai pusat sampai daerah melalui kebijakan yang jelas, terkoordinasi dan mudah diimplementasikan. Kebijakan yang ada harus dievaluasi dan kementerian melakukan terobosan kebijakan termasuk menyiapkan petunjuk teknis yang jelas.
"Misalnya mengenai Pangan Khusus Untuk Kebutuhan Medis Khusus (PKMK) yang terbukti mampu mengatasi stunting pada anak,” kata Agus.
"Salah satu terobosan konkrit yang diperlukan adalah pembuatan petunjuk teknis (juknis) tentang program pemberian PKMK yang sudah terbukti berhasil diterapkan," tambah dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan seluruh jajaran menteri terkait untuk tidak melupakan ancaman stunting dan penyakit lainnya yang juga mewabah di tengah masyarakat meski kini pemerintah masih fokus menangani pandemi virus corona (Covid-19). Hal itu ditegaskan Presiden Jokowi dalam Ratas Evaluasi Proyek Startegis Nasional untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Dampak Covid-19.
“Di bidang kesehatan, kita memiliki agenda besar, yaitu menurunkan stunting, pemberantasan TBC, malaria, demam berdarah, HIV/AIDS, dan juga berkaitan dengan gerakan hidup sehat yang harus terus kita kerjakan," kata Jokowi, Jumat (29/5).
Presiden menegaskan, tidak ingin agenda-agenda strategis yang menjadi prioritas bagi kepentingan nasional berhenti saat pandemi. Semua harus berjalan seimbang demi kepentingan bangsa.
"Ini artinya kita harus fokus menangani dan mengendalikan Covid-19, tapi agenda-agenda strategis yang berdampak besar bagi kehidupan rakyat juga tidak boleh lupakan,” tegasnya.
Presiden beberapa kali menekankan pentingnya mengatasi masalah stunting pada anak Indonesia. Dalam satu kesempatan di tahun lalu, Presiden Jokowi pernah menekankan bahwa permasalahan stunting (gagal tumbuh) timbul akibat gizi buruk yang menyebabkan anak-anak berpostur kerdil.
“Hal ini tidak bisa diatasi hanya dengan membagi-bagikan biskuit, namun juga perlu dilengkapi dengan penyaluran makanan bergizi lainnya seperti ikan, susu, telur, hingga kacang hijau,” tegas presiden.
Penurunan angka stunting merupakan kerja bersama yang harus melibatkan semua elemen masyarakat. Dan saya minta untuk dibuat rencana aksi yang lebih terpadu, terintegrasi, yang memiliki dampak yang konkrit di lapangan mulai dari intervensi terhadap pola makan, pola asuh dan juga yang berkaitan dengan sanitasi.
Pemerintah menargetkan pada 2024 angka stunting turun 14 persen. Namun angka ini mungkin saja akan sulit tercapai dengan kondisi seperti saat ini, mengingat Posyandu dan tenaga kesehatan di Puskesmas tidak beroperasi dampak dari COVID-19.
Agar target penurunan angka stunting nasional yang merupakan program prioritas nasional dapat tetap tercapai, dibutuhkan modifikasi strategi kebijakan yang dapat diimplementasikan di tingkat daerah.