REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Jumlah komunitas Muslim di Colorado, Amerika Serikat hanya sekitar 30 ribu orang pada era '80-90an. Saat itu, hanya ada lima Masjid di sana sebagai tempat ibadah Muslim.
"Masjidnya sangat kecil, tapi kami bahagia," kenang politisi Amerika, Iman Jodeh dilansir dari Arab News pada Ahad, (31/5).
Jodeh merupakan politikus partai Demokrat yang mencalonkan diri sebagai perwakilan (DPR) dari negara bagian Colorado. Jodeh mengenang kehidupannya sebagai Muslim di daerah yang membesarnya.
Jodeh ingat ketika Ramadhan mesti mengirim surat ke guru-gurunya. Surat itu dilengkapi kop surat Masjid agar terlihat legal oleh para guru.
"Selama 30 hari ke depan, Muslim berpuasa. Jadi jika murid anda kelihatan kelelahan, maka anda tahu alasannya," kenang Jodeh.
Setelah tiga dekade, jumlah Muslim di Colorado diperkirakan mencapai 100 ribu orang. Jodeh optimis jumlah Muslim itu bisa mengubah arah politik dalam pemilihan. Sebab makin banyak Muslim yang punya hak suara.
"Kewajiban kami untuk mendengar konstituen, terlepas dari ras dan agamanya. Saya terus mengingat itu," ungkap Jodeh.
Jodeh hidup dengan menyimak perang teluk, insiden 9/11, perang Afghanistan dan perang Irak. Jodeh pernah menerima telepon misterius mengancam membunuh ayahnya. Ibu Jodeh saat itu amat takut hingga ingin pindah.
Jodeh yang masih di tahun pertama kuliah justru mengambil hikmah dari telepon misterius itu. Ia yang sedang menempuh tahun pertama kuliah tak lagi bingung harus ambil jurusan.
"Kejadian itu mengubah hidup saya. Setelah insiden 9/11, saya putuskan masuk jurusan ilmu politik. Saya ingin membela agama saya," ujar Jodeh.
Sebelum terjun ke dunia politik praktis, Jodeh aktif membela hak komunitas Muslim dan isu Timur Tengah. Ia juga mengajar tema konflik Palestina-Israel di Universitas Denver sekaligus mengadakan kegiatan diskusi serta budaya disana.
"Islam adalah agama yang paling disalahpahami (orang) di dunia," ucap Jodeh.
Namun Jodeh optimis dapat melahirkan pemahaman akan Islam dengan penduduk Dunia Barat. Jodeh mengadakan studi tour ke Timur Tengah demi memperbaiki citra Islam di mata warga Amerika. Tur itu mencakup kunjungan ke suku baduy Arab, Palestina, Israel. Kadang peserta tur juga menghabiskan waktu di Yordania, Mesir, Irak dan Maroko.
"Semua budaya dan nuansa kewilayahan mesti dipahami sebelum anda mencoba memahami kompleksitas konflik (Timur Tengah)," tegas Jodeh.