REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD merespons tindakan intimidatif terhadap rencana diskusi ilmiah yang digelar secara daring oleh mahasiswa Constitusional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Ia menganggap ada yang salah paham terkait apa yang akan dibahas dalam diskusi tersebut.
"Webinar tentang 'Pemberhentian Presiden' yang batal di UGM kemarin sebenarnya mau bilang bahwa Presiden tak bisa dijatuhkan hanya karena kebijakan terkait Covid. Tapi ada yang salah paham karena belum baca TOR dan hanya baca judul hingga kisruh. Setelah ditelusuri webinar itu bukan dibatalkan oleh UGM atau Polisi," kata Mahfud dalam akun Twitter resminya @mohmahfudmd yang sudah dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (31/5).
Ia mengaku sudah meminta kepolisian agar mengusut pelaku yang melakukan teror terhadap panitia dan calon narasumber dalam diskusi tersebut. Mahfud juga menyarankan agar penyelenggara dan calon narasumber agar keberadaan pelaku teror bisa dilacak keberadaannya.
"Demi demokrasi dan hukum saya sudah minta Polri agar mengusut peneror panitia dan narasumber. Saya sarankan juga agar penyelenggara dan calon narasumber melapor agar ada informasi untuk melacak identitas dan jejak peneror, terutama jejak digitalnya," ujarnya.
Sebelumnya hal yang sama juga disampaikan Mahfud dalam webinar Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Mahfud mengatakan bahwa pihak yang meneror penyelenggara bisa dilaporkan kepada aparat. "Berdasar komunikasi saya dengan Rektorat, UGM sendiri tidak pernah melarang atau meminta aparat untuk menindak acara itu. Sebab UGM tak menangani dan diberitahu acara itu. Yang diteror perlu melapor kepada aparat dan aparat wajib mengusut, siapa pelakunya," tuturnya, Sabtu (30/5).
Mahfud tak mempersoalkan diskusi itu digelar. Mahfud mengatakan, berdasarkan konstitusi, Presiden bisa diberhentikan dengan alasan hukum yang limitatif.
"Ada lima jenis pelanggaran dan satu keadaan tertentu yang bisa menjadi alasan impeachment atau pemakzulan kepada Presiden/Wapres. Tak bisa serta merta berteriak menjatuhkan Presiden hanya karena kebijakan terkait Covid-19," ucapnya.
Mahfud juga mengaku mengenal Nikmatul Huda, calon narasumber yang ikut diteror. Nikmatul merupakan professor hukum tata negara yang ketika menempuh pendidikan doktor dibimbing oleh dirinya dan Pratikno.
"Saya tahu orangnya tidak subversif, jadi tak mungkin menggiring ke pemakzulan secara inkonstitusional. Dia pasti bicara berdasar konstitusi," ujarnya.