REPUBLIKA.CO.ID, Banyak sisi kehidupan Ali bin Abi Thalib yang menyiratkan keteladanan. Keponakan Rasulullah SAW tersebut mempunyai kedudukan istimewa di sisi Rasulullah, bukan hanya lantaran menantu, melainkan juga kapasitas Ali sebagai seorang yang pakar ilmu agama.
Ali merupakan anak paman Rasul, Abu Thalib. Semula, nama Ali ialah Asad yang berarti singa sebagai pemberian dari ibunya sebagai kenangan atas kakeknya Asad bin Hasyim. Namun nama itu urung digunakan karena Abu Thalib tak tertarik dengan nama itu seketika mengetahuinya.
Dikutip dari buku Biografi Ali bin Abu Thalib karya Ali Muhammad Ash-Shalabi, terjadi perselisihan antara ahli sejarah soal tahun kelahiran Ali. Menurut Al-Hasan Al-Bashri, Ali lahir pada 15-16 tahun sebelum diutusnya Muhammad sebagai nabi dan rasul. Adapun menurut Ibnu Ishaq, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum kenabian Muhammad.
Kemudian ada pendapat yang menyebut bahwa Ali ialah orang pertama dari keturunan Bani Hasyim yang dilahirkan di dalam Ka'bah. Ali juga disebutkan diasuh oleh Rasul karena saat itu Abu Thalib memiliki kebanyakan anak, padahal situasi ekonomi sedang tidak baik. Rasul tampaknya ingin membalas budi baik Abu Thalib yang pernah mencukupkan segala kebutuhannya pascakematian Abdul Muthalib.
"Inilah jalan Allah untuk membuat Ali mendapat didikan, penjagaan dan pemeliharaan. Kepribadian Alquran pada diri Rasul terpantulkan pada Ali.”
Selama hidup bersama Rasul, Ali setia di sisinya hingga datang risalah kenabian. Ali termasuk golongan pertama yang mengakui kenabian Muhammad dari kelompok remaja. Sedangkan Khadijah yang pertama masuk Islam dari kalangan perempuan. Lalu Abu Bakar jadi Muslim pertama dari kelompok dewasa. Adapun Muslim pertama dari Hamba Sahaya ialah Zaid bin Harisah.
Cerita masuk Islamnya Ali bermula ketika menyaksikan Rasulullah dan Khadijah sholat. Ali bingung lalu menanyakan apa gerangan yang dilakukan keduanya. Seketika itu, Rasul mengajak Ali beriman pada Allah dan meninggalkan Latta dan Uzza.
Ali yang bingung dan masih muda tak langsung menerimanya. Ia merasa tak memiliki kuasa untuk mengambil keputusan semacam itu. Ali lalu ingin membicarakannya dengan ayah kandungnya.
Namun Rasul tak ingin Ali menceritakannya pada orang lain. Sebab saat itu statusnya masih sebagai nabi, berarti belum ada perintah menyebarkan ajaran Allah. Ali memilih berdiam diri semalam penuh hingga datangnya hidayah. Tepat pada pagi harinya, Ali mendeklarasikan diri sebagai Muslim.
"Ali sempat merasa takut atas keislamannya malah mendatangkan amarah dari Abu Thalib. Ali pun berusaha menyembunyikan keislamannya ketika itu," tulis Muhammad Ash-Shalabi.
Diceritakan Ibnu Haq bahwa setiap kali datang waktu sholat maka Rasul keluar bersama Ali menuju kawasan perbukitan di Makkah. Keduanya lalu mengerjakan shalat disana. Keduanya baru bersiap pulang ketika waktu petang tiba. Kegiatan itu dilakukan secara diam-diam karena tak ingin ketahuan keluarga dan segenap kaumnya.
Pada akhirnya, Abu Thalib memang mengetahui keislaman Muhammad dan Ali. Muhammad mengajak Abu Thalib untuk mengikuti ajarannya. Tapi Abu Thalib merasa kesulitan untuk meninggalkan agama nenek moyangnya.
Walau begitu, Abu Thalib tak mengubah sikap baiknya pada keduanya. Bahkan ia mengizinkan Ali mengikuti Muhammad karena meyakini ada kebaikan di dalamnya.
Dalam satu riwayat, Ali pernah diceritakan ikut menghancurkan berhala di Ka'bah bersama Rasul. Ali melempar berhala hingga hancur layaknya gelas yang berserakan. Namun sanad dari hadits ini tergolong lemah. Sebab Rasul melarang penggunaan kekerasan walau tetap menaruh kebencian pada berhala.
Penghancuran berhala baru dilakukan ketika momen penaklukan Mekkah jelang akhir hidup Rasul. Aksi penghancuran berhala itu sejalan dengan pengerahan pasukan Muslimin guna memastikan tak ada lagi kemusyrikan di seluruh jazirah Arab.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah Az-zahra, putri Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah masih hidup.
Kisah cinta keduanya jadi salah satu hikayat manis dalam sejarah Islam. Keduanya saling mencinta dalam hati hingga disebut-sebut setan saja tak mengetahuinya. Alhasil, keduanya aman dari hasutan setan untuk berbuat dosa bersama. Ali tercatat sebagai Khalifah keempat (terakhir) setelah meninggalnya Utsman bin Affan. Kepemiminannya berlangsung sekitar 4-5 tahun.