REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM mengapresiasi Tim Satgas Waspada Investasi OJK atas respon cepat untuk meninjau ulang terhadap keputusan indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh koperasi, atau kelompok yang menggunakan nama koperasi, secara ilegal. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan dalam keterangannya di Jakarta, Senin (1/6), mengatakan pada 28 Mei 2020 telah dilakukan klarifikasi, dan ditemukan ada 35 koperasi yang perlu direhabiliasi atau dinormalisasi.
Dan sisanya, kata Rully, dibutuhkan pendalaman dan diberikan kepada yang bersangkutan untuk melakukan pembelaan dalam waktu satu minggu. “Kami memahami tindakan yang dilakukan oleh Tim Satgas Waspada Investasi OJK sebagai bentuk kehati-hatian dalam upaya melindungi hak masyarakat untuk menerima layanan jasa keuangan,” katanya.
Rully menambahkan, di masa mendatang komitmen tersebut akan dilakukan bersama pihak Kementerian Koperasi dan UKM, dengan lebih penuh kehati-hatian dan saling berbagi informasi khususnya untuk layanan jasa keuangan oleh koperasi.
“Sebagaimana kita ketahui, koperasi adalah badan usaha yang dilindungi khusus berdasarkan perundang-undangan, sebagai wadah ekonomi masyarakat menuju demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan para pendiri bangsa,” kata Rully.
Menurut dia, informasi penting yang diperoleh dari hasil kerja Tim Satgas Waspada Investasi telah memperkuat dugaan selama ini, adalah ditemukannya kelompok orang yang mencatut nama koperasi dengan maksud yang diduga tidak baik.
Dari 15 yang saat ini ditunggu klarifikasinya ternyata sebagian besar tidak berbadan hukum koperasi sebagaimana ketentuan.
Untuk menindaklanjuti kata Rully, dalam waktu dekat Kementerian Koperasi dan UKM akan menurunkan tim pengawas langsung ke lapangan memeriksa kelompok ini. Tim akan dipimpin langsung oleh Deputi Pengawasan dan dikoordinasikan oleh Sesmen Kementerian Koperasi dan UKM.
“Untuk menghindari adanya ‘penumpang gelap’ yang merugikan nama koperasi diharapkan ke depan, keterlibatan organisasi, asosiasi, pengamat, ataupun dinas yang membidangi perkoperasian untuk ikut mendeteksi dan memberi informasi kepada publik maupun Kementerian Koperasi dan UKM tentang dugaan praktik tidak terpuji yang bisa menurunkan citra koperasi lebih buruk lagi sekaligus merugikan masyarakat,” kata Rully.
Ia mengatakan, peran organisasi atau asosiasi perkoperasian juga bisa bersama-sama mengedukasi masyarakat bahwa koperasi adalah badan usaha yang diprioritaskan melayani anggota.
Dengan begitu, ia berharap ke depan bila ada praktik penghimpunan dana masyarakat secara luas tanpa mengindahkan posisi dan perannya sebagai anggota koperasi, maka itu dapat dipastikan patut diduga sebagai penyimpangan atau ilegal.
“Dengan cara seperti itu maka nilai manfaat dari kehadiran organisasi atau asosiasi perkoperasian benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan perkoperasian nasional,” katanya.