Senin 01 Jun 2020 16:34 WIB

Sekolah di Bawah Ormas Islam Bersiap Antisipasi New Normal

Sampai saat ini belum ada kejelasan soal new normal itu.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sekolah di Bawah Ormas Islam Bersiap Antisipasi New Normal. Foto: Pedagang menunjukan seragam sekolah baru di salah satu toko di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/6/2020). Menjelang tahun ajaran baru, sejumlah pengusaha di tempat itu mengeluh karena omset penjualan seragam sekolah menurun hingga 90 persen akibat sepi pembeli dan anjuran siswa sekolah untuk belajar di rumah di tengah pandemi COVID-19
Foto: SEPTIANDA PERDANA/ANTARA FOTO
Sekolah di Bawah Ormas Islam Bersiap Antisipasi New Normal. Foto: Pedagang menunjukan seragam sekolah baru di salah satu toko di Medan, Sumatera Utara, Senin (1/6/2020). Menjelang tahun ajaran baru, sejumlah pengusaha di tempat itu mengeluh karena omset penjualan seragam sekolah menurun hingga 90 persen akibat sepi pembeli dan anjuran siswa sekolah untuk belajar di rumah di tengah pandemi COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PP Muhammadiyah mengutamakan prinsip kesehatan peserta didik, guru dan semua kalangan di lingkungan sekolah Muhammadiyah. Prinsip tersebut menjadi pertimbangan utama sebelum memutuskan membuka kembali sekolah sebagai wujud penerapan skenario new normal atau kenormalan baru di masa pandemi Covid-19.

"Pada prinsipnya harus mengutamakan kesehatan peserta didik maupun santri, guru, ustaz, kepala sekolahnya, mudirnya, semuanya. Keselamatan dan keamanan harus jadi prioritas," kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, Prof Baedhowi kepada Republika.co.id, Senin (1/6).

Karena itu, Baedhowi mengungkapkan, untuk membuka kembali sekolah di era new normal nanti, harus terlebih dulu dilakukan pemetaan dengan mengacu pada bagaimana perkembangan tren Covid-19 di masing-masing daerah. Misalnya daerah zona hijau, merah, atau kuning. "Jadi harus tetap mengacu pada peta daerahnya, masuk ke zona apa," ucapnya.

Bila daerahnya hijau, maka kegiatan belajar-mengajar bisa dilakukan secara tatap muka. Tetapi dengan berbagai persyaratan berupa protokol medis. Kalau suatu sekolah berada di zona aman, maka tetap harus menerapkan protokol tersebut. Sebab bisa saja guru dan murid ada yang berasal dari zona merah.

"Muridnya harus jaga jarak, artinya yang satu kelas 30 orang itu nanti diatur mungkin bergiliran masuknya atau apa. Kedua, protokoler menggunakan masker, dan menyiapkan sarana cuci tangan, hand sanitizer dan sebagainya. Karena kan kita melihat pandemi ini di suatu daerah itu mungkin hijau, tetapi kan murid dan gurunya itu mungkin dari luar daerah hijau, maka harus waspada," tuturnya.

Meski begitu, lanjut Baedhowi, dibukanya kembali suatu sekolah tetap melihat kapasitas dan kemampuan sekolah tersebut. "Sekolahnya siap atau tidak, kalau tidak, ya kita demokratis saja. Kita harus melihat kesiapan daerah itu juga, dan kita harus tetap mengikuti kebijakan dari pemerintah," katanya.

Apalagi, Baedhowi mengatakan, sampai saat ini belum ada kejelasan soal new normal itu. Karena itu juga, sekolah-sekolah di bawah Muhammadiyah tetap menggunakan tahun ajaran baru sebagaimana yang sudah berlaku. Dia menyampaikan tahun ajaran baru di sekolah Muhammadiyah tidak akan diundur.

"Karena saya juga sudah melakukan rakernas di majelis, semua menyadari dengan adanya pandemi ini jadi tidak optimal belajarnya. Dan dengan pandemi ini ada musibah kesehatan yang berdampak pada ekonomi. Maka kalau diundur waktunya itu nanti akan dua kali korban, pertama korban karena pandemi, dan kedua membuat beban sekolahnya bertambah banyak," tutur dia.

Alasan berikutnya mengapa sekolah Muhammadiyah tetap memakai ajaran tahun baru yang sudah ada, karena beberapa sekolah sudah menggelar ujian. "Kalau ada pengunduran itu enggak akan nyambung, sistemnya terganggu semua. Maka kami tetap mengusulkan tahun ajaran baru itu tetap Juli," imbuhnya.

Untuk kondisi sekarang, Baedhowi telah meminta agar anak-anak atau para siswa itu belajar dari rumah meski memang ini pembelajaran baru bagi guru dan siswa. "Ini   sesuatu yang baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Tetapi kan kita mengutamakan keselamatan, maka tetap pembelajaran seoptimal mungkin dari rumah," tutur dia.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah Faisol Nasar bin Madi menuturkan segera melakukan rapat terkait pelaksanaan pendidikan di sekolah di bawah naungan Al-Irsyad dalam menghadapi era new normal. Rapat akan digelar pada Selasa (2/6) besok.

"Besok malam kita akan rapat bagaimana kita menyikapinya. Kalau memang itu (new normal) harus dilaksanakan, harus ada ketegasan bagaimana melaksanakan protokol kesehatan di sekolah-sekolah kita. Berat memang mengendalikan anak kecil yang masih dalam masa bermain," kata dia.

Al-Irsyad sendiri memiliki 80 cabang sekolah Taman Kanak-Kanak, 60 cabang sekolah dasar, dan 50 cabang SMP, serta cabang sekolah SMA dengan jumlah di bawah itu. Total ada lebih dari 200 cabang sekolah di bawah naungan Al-Irsyad. Cabang ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia, seperti di Papua, Jambi, Lombok, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Lampung dan seluruh wilayah Jawa.

"Secara pribadi, saya kira harus bisa dibuka kembali, karena efektivitas belajarnya kurang maksimal (kalau di rumah). Tetapi ini belum dievaluasi secara bersama-sama. Namun memang berat, dan butuh dukungan semua phak, wali murid harus dukung, pemerintah juga, yayasan, dan gurunya harus betul-betul tidak boleh lengah," ucap dia.

Sarana-sarana kebersihan seperti untuk cuci tangan, lanjut Faisol, tentu harus disediakan. "Semua harus bantu untuk memfasilitasi dengan sarana kebersihan itu. Mungkin teknisnya nanti bisa dengan menggilirkan jadwal masuk murid. Bisa jadi ada shift pagi dan siang. Tetapi kebijakan ini belum kita bicarakan," imbuhnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement