Selasa 02 Jun 2020 07:45 WIB

George Floyd Meninggal karena Sesak Napas

Para dokter mengatakan bahwa kematian Floyd adalah pembunuhan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Seorang pejalan kaki melewati pesan Minggu, 31 Mei 2020, yang dilukis dengan semprotan oleh perusuh di Monumen Veteran Colorado di Denver atas kematian George Floyd yang meninggal setelah ditahan oleh petugas kepolisian Minneapolis pada 25 Mei.Hasil autopsi menyatakan bahwa Floyd meninggal dunia karena sesak nafas akibat lehernya ditekan oleh lutut petugas kepolisian.
Foto: David Zalubowski/AP
Seorang pejalan kaki melewati pesan Minggu, 31 Mei 2020, yang dilukis dengan semprotan oleh perusuh di Monumen Veteran Colorado di Denver atas kematian George Floyd yang meninggal setelah ditahan oleh petugas kepolisian Minneapolis pada 25 Mei.Hasil autopsi menyatakan bahwa Floyd meninggal dunia karena sesak nafas akibat lehernya ditekan oleh lutut petugas kepolisian.

REPUBLIKA.CO.ID, MINNEAPOLIS -- Dua dokter melakukan autopsi independen atas kematian pria kulit hitam George Floyd oleh petugas kepolisian. Hasil autopsi menyatakan bahwa Floyd meninggal dunia karena sesak napas akibat lehernya ditekan oleh lutut petugas kepolisian.

Para dokter mengatakan, kematian Floyd adalah pembunuhan. Dia kemungkinan meninggal dunia sebelum dimasukkan ke ambulans dan dibawa ke rumah sakit. Hasil autopsi independen tersebut bertentangan dengan temuan awal dari autopsi resmi oleh pemeriksa medis Hannepin County, yang ditulis dalam dokumen tuntutan pengadilan.

Baca Juga

Berdasarkan hasil temuan awal, tidak ada bukti pencekikan traumatis kepada Floyd. Kematian Floyd kemungkinan disebabkan oleh penyakit yang menyertainya, yakni arteri koroner dan hipertensi.

"Buktinya konsisten dengan asfiksia sebagai penyebab kematian dan pembunuhan," ujar salah satu dokter independen yang melakukan autopsi, Allecia Wilson dari University of Michigan.

Berdasarkan rekaman video, Floyd terbaring telungkup di jalan dengan seorang perwira polisi, Derek Chauvin, menekan lututnya di bagian leher. Floyd tampak terengah-engah dan mengerang, "Saya tidak bisa bernapas," berulang kali. Chauvin tetap mempertahankan lututnya di leher Floyd selama hampir sembilan menit. Sementara itu, dua petugas polisi lainnya menekan lutut mereka ke punggung Floyd.

Chauvin telah dipecat dari kesatuan kepolisian Minneapolis dan didakwa dengan pembunuhan tingkat tiga. Namun, salah satu dokter independen lainnya yang mengautopsi jenazah Floyd, Michael Baden, mengatakan, dua petugas polisi yang menekan punggung Floyd juga menyebabkan napasnya berhenti.

"Kita dapat melihat setelah kurang dari empat menit bahwa Floyd tidak bergerak, tidak bernyawa," kata Baden, sembari menambahkan bahwa dia tidak menemukan kondisi kesehatan yang mendasari Floyd dan menyebabkan kematiannya.

Baden telah menangani beberapa kasus terkenal, termasuk kematian Eric Garner pada 2014, seorang pria kulit hitam yang meninggal setelah dicekik oleh polisi di New York City. Baden menepis argumen bahwa jika Floyd bisa bicara, dia bisa bernapas.

"Banyak polisi mendapat kesan bahwa jika Anda dapat berbicara, itu berarti Anda bernapas. Itu tidak benar," kata Baden. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement