Selasa 02 Jun 2020 07:54 WIB

Penanganan Covid-19, Denny: Sulit Sebagai Alat Pemakzulan

Pemakzulan terhadap presiden baru dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
 Denny Indrayana
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Denny Indrayana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil menteri hukum dan hak asasi manusia, Denny Indrayana, menyatakan, secara konstitusional sulit untuk melakukan pemakzulan dengan mempersoalkan kebijakan penanganan Covid-19 ataupun melalui jalur politis karena melihat komposisi koalisi dukungan partai politik (parpol) saat ini.

Hal itu dikatakan Denny dalam webinar nasional bertema “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19″ yang digelar Senin (1/6). Webinar tersebut digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI).

"Saya katakan kalau secara konstitusional sulit hanya menggunakan penanganan Covid-19 sebagai alat pemakzulan. Kecuali ada pelanggaran atas impeachment articles. Memang faktanya ada, buktinya ada," ungkap Denny.

Dia menerangkan lebih lanjut, mempersoalkan kebijakan, dalam hal ini terkait dengan penanganan Covid-19, bukan merupakan alasan untuk bisa memakzulkan presiden. Menurut Denny, jika kebijakan hendak dijadikan alasan untuk memberhentikan presiden, prosesnya bukan di pemakzulan, melainkan melalui pemilihan umum (pemilu).

"Kalau kita tidak setuju dengan cara kerja presiden, dengan pilihan-pilihan kebiijakan presiden, maka proses kita menghentikannya bukan di tengah jalan. Prosesnya melalui proses pemilu, bukan pemakzulan," kata dia.

Pemakzulan terhadap presiden baru dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran atas impechment articles berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Seumpama, menurut dia, dalam penanganan Covid-19 ada kasus korupsi yang menyangkut pada diri presiden. Itu pun harus dengan pembuktian yang tak terbantahkan.

"Jadi, persoalannya adalah bukan pada kebijakannya, tapi bagiamana pembuktiannya. Apakah faktanya memang ada impeachment articles yang dilanggar sehingga kemudian bisa menjadi pintu masuk pemberhentian seorang presiden," kata dia.

Selain tidak mudah secara konstitusional, secara politis pun akan sulit proses memakzulkan presiden. Ia melihat komposisi koalisi parpol saat ini akan menyulitkan proses tersebut di DPR sebelum kemudian dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sudah berulang kali saya sampaikan, dengan koalisi yang sekarang, dengan komposisi dukungan parpol yang sekarang, langkah di DPR saja sudah sulit untuk dilanjutkan ke MK," tuturnya.

Ronggo Astungkoro

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement