REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengenakan pasal obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD) dan menantunya, Rezky Herbiyono (RH). "Tentu hal ini dapat digali lebih lanjut oleh KPK dengan menyoal kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian atau persembunyian keduanya," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya, Selasa (2/6).
Menurut dia, Nurhadi dan Rezky telah ditetapkan sebagai buronan oleh KPK sejak Februari lalu. Praktis tiga bulan selepas pelarian itu keberadaan keduanya tidak diketahui.
"Mustahil jika dikatakan pelarian ini tanpa adanya bantuan dari pihak lain. Maka dari itu, KPK harus menjerat pihak-pihak tersebut dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang obstruction of justice," ucap Kurnia.
Adapun Pasal 21 tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana paling singkat 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
Selain itu, menurut dia, ICW meminta KPK mengembangkan dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi. Hal tersebut berkaitan dengan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi sebesar Rp 46 miliar yang diterima oleh Nurhadi.
"Sebab, selama ini beredar kabar bahwa yang bersangkutan memiliki profil kekayaan yang tidak wajar sehingga hal tersebut membuka kemungkinan jika uang yang didapatkan Nurhadi telah digunakan lebih lanjut untuk berbagai kepentingan pribadi," ungkap Kurnia. Oleh karena itu, menurut dia, KPK harus menyangka Nurhadi dengan pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).
KPK diketahui telah menangkap Nurhadi dan Rezky di salah satu rumah di Simprug, Jakarta Selatan, Senin (1/6) malam. Saat ini dua tersangka tersebut berada di gedung KPK untuk diperiksa intensif oleh penyidik.