REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mencuatnya kebijakan normal baru membuat kebijakan relaksasi masjid pun mencuat, termasuk di antaranya adalah aktivasi sholat Jumat kembali. Namun, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan, adanya usulan melaksanakan sholat Jumat secara bergelombang dinilai belum tepat.
Menurut dia, MUI Sudah mengeluarkan fatwa tentang tidak diperbolehkannya sholat Jumat secara bergelombang. Hal itu lantaran secara syariat agama tidak ada alasan kuat bagi umat Muslim diperbolehkan melaksanakannya seperti itu. Adapun sholat Jumat bergelombang, yakni sholat Jumat yang dilaksanakan dengan pembagian shift.
“Tidak ada alasan syariat yang membolehkan kita untuk menggelar sholat Jumat secara bergelombang,” kata Anwar dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (2/6).
Apalagi di dalam Alquran, umat Islam diperintahkan oleh Allah bersegera ke masjid apabila telah tiba waktu sholat Jumat. Dan jika umat Muslim melambatkan pelaksanaan sholat Jumat itu, maka hal tersebut dianggap telah melalaikan sholat Jumat.
“Dan sikap begitu jelas tidak boleh karena sangat tercela dalam agama,” ungkapnya.
Jadi dengan kata lain, umat Islam dilarang melakukan sholat Jumat di masjid yang mana sejumlah umat Muslim tertentu telah selesai melaksanakannya. Sebab, begitu sekumpulan orang tertentu telah melaksanakan sholat Jumat, maka ruangan atau tempat itu harus difungsikan kepada fungsinya semula.
Sebelumnya terdapat usulan tentang pelaksanaan sholat Jumat secara bergelombang meningat masih diterapkannya social distancing atau jaga jarak fisik. Social distancing mengharuskan setiap orang menjaga jarak minimal satu meter, hal ini pun dikhawatirkan sebab tak sedikit masjid-masjid yang jumlah jamaahnya membeludak saat pelaksanaan sholat Jumat.
Namun, Anwar menegaskan di Indonesia nampaknya tidak tepat menerapkan sholat berjamaah secara bergelombang. “Sehingga tidak ada alasan bagi kita melakukan sholat Jumat secara bergelombang,” katanya.