Selasa 02 Jun 2020 19:04 WIB

JK: Sholat Jumat Dua Gelombang Boleh karena Darurat

JK mendasarkan pendapatnya soal sholat Jumat bergelombang pada Fatwa MUI DKI 2001.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ani Nursalikah
JK: Sholat Jumat Dua Gelombang Boleh karena Darurat. Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla.
Foto: Republika
JK: Sholat Jumat Dua Gelombang Boleh karena Darurat. Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) mengungkap acuan DMI dalam mengeluarkan edaran panduan beribadah di masjid, khususnya shalat Jumat di era kenormalan baru. Dalam surat edaran bernomor 104/PP-DMI/A/V/2020 tentang Edaran ke-III dan Jamaah dalam The New Normal, tercantum dalam point 8 huruf, bagi daerah-daerah padat penduduk, dilaksanakan sholat Jumat dua gelombang.

Ia menjelaskan, surat edaran tersebut mengacu Fatwa Majelis Ulama (MUI) DKI Jakarta tahun 2001 yang membolehkan sholat Jumat dibagi dua gelombang apabila adanya keterbatasan kapasitas untuk menampung jamaah. Ini juga, kata JK, terjadi saat masjid menerapkan protokol kesehatan dengan ketentuan menjaga jarak minimal satu meter hingga membuat daya tampung majid menurun menjadi hanya 40 persen dari kapasitas. 

Baca Juga

Karena itu, DMI menyarankan untuk daerah yang padat penduduk agar dapat membagi waktu sholat jumat menjadi dua gelombang. “Untuk sholat jumat, karena ada ketentuan jaga jarak minimum satu meter, berarti daya tampung masjid maksimum 40 persen dari kapasitas biasa. Akibatnya ialah banyak jamaah tidak tertampung, karena itu kita menganjurkan sholat Jumat dua gelombang. Itu sesuai dengan fatwa MUI DKI tahun 2001," kata JK dalam keterangan yang disampaikan melalui stafnya, Selasa (2/6).

Namun demikian, JK menyadari jika ada fatwa lainnya yang melarang pelaksanaan shalat jumat dengan dua gelombang, yakni Fatwa MUI Pusat Tahun 2000. JK menerangkan, fatwa MUI Pusat yang menyatakan sholat Jumat dua gelombang tidak sah dalam konteks fatwa untuk kawasan Industri.

Fatwa MUI bernomor 5/MUNAS VI/MUI/2000 itu dikeluarkan karena terdapat sejumlah industri yang sistem operasionalnya bersifat nonsetop 24 jam, tanpa henti sehingga Muslim yang bekerja di industri tersebut tidak dapat melaksanakan sholat Jumat kecuali jika dilakukan dengan dua gelombang.

Sementara Fatwa MUI DKI Jakarta tahun 2001 membolehkan sholat jumat dua gelombang apabila kekurangan tempat. 'Memang ada dua fatwa kalau MUI pusat melarang adanya 2 gelombang, tapi itu fatwa untuk industri atau permintaan dari industri yang bersifat permanen. Nah, kalau fatwa MUI DKI Jakarta konteksnya kekurangan tempat dan ini hanya bersifat darurat” kata JK.

JK mengatakan, dengan kenormalan baru yang mengharuskan umat menjaga jarak fisik, tentunya masjid pasti akan semakin penuh. Karena itu, pelaksanaan shalat Jumat dua gelombang menjadi alternatif bagi masyarakat bisa sholat berjamaah tanpa mengabaikan protokol kesehatan.

"Ya membeludak pun tidak akan muat, karena dulu juga membeludak, tapi rapat, sekarang jaraknya semeter, berarti sisa 40 persen. kalau jaraknya 1,5 meter, itu sisa 25 persen bisa tertampung. jadi tidak ada cara lain harus dua kali atau malah tiga kali," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement