REPUBLIKA.CO.ID, Hak hidup yang dijalani dan dijaga oleh manusia bukan hanya menjadi pertanda rasa syukur kepada Tuhan, tetapi juga sebagai modal terbesar manusia untuk menciptakan atau memproduk sejarah dalam kehidupannya.
Firman Allah: لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
''Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna [dibanding makhluk lain]'' (QS At-Tin: 4). Ayat ini menunjukkan tentang bentuk penghormatan Allah terhadap makhluk ciptaan-Nya yang bernama manusia. Salah satu bentuk tanggungjawab manusia dalam memuliakan dirinya adalah dengan melindungi nyawa dan raganya di dunia ini.
Tingginya penghormatan Allah kepada manusia ini dapat pula diketahui dalam FirmanNya:
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا ۚ
''Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya,'' (QS Al-Maidah: 32).
''Membunuh satu nyawa sama dengan membunuh manusia sejagad dan menghidupi satu nyawa sama dengan menghidupi manusia sejagad''. Demikian tafsir humanitas dari cendekiawan Nurcholish Madjid tentang penghargaan atau penghormatan terhadap hak hidup (right for life) manusia.
Penghormatan terhadap hak hidup manusia itu mutlak hukumnya, siapapun orangnya, apapun jabatan dan profesinya.. Tuntutan kepada seseorang (manusia) untuk menjaga hak hidup manusia lainnya adalah misi suci yang sudah digariskan agama maupun Kovenan-kovenan Internasional yang mengatur hak asasi manusia. Menjaga hak hidup manusia lain bukan hanya memelihara atau melindungi kemaslahatan diri seseorang itu, tapi juga melindungi kemaslahatan berdimensi makro, atau kemaslahatan banyak aspek dalam kehidupan manusia.
Deklarasi Kairo mengenai Hak-hak Azasi Islami menyatakan,''Kehidupan adalah berkah Tuhan dan hak untuk hidup dijamin bagi setiap umat manusia. Adalah tugas dari setiap individu, masyarakat, dan negara-negara untuk melindungi hak-hak ini dari setiap pelanggaran apapun, dan dilarang untuk mencabut kehidupan, kecuali berdasarkan syariat.''
Jaminan senada termaktub di Pasal 35 Undang-undang No 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia: ''Setiap orang berhak untuk hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.''
Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicoon atau makhluk yang suka berhubungan dengan manusia lainnya. Manusia tidak hanya hidup dan bermanfaat untuk dirinya, sebab hidupnya berinteraksi dengan manusia lainnya.
Terjadinya interaksi ini membuat kemaslahatan manusia menjadi beragam dan banyak. Dengan kemaslahatan ini, maka wajar kalau kemudian kehidupan seseorang menjadi bermakna. Makna humanitas ini akan semakin terlihat pengaruhnya di tengah masyarakat, bilamana ada upaya-upaya strategis untuk melindungi hak kehidupan manusia di muka bumi ini.