REPUBLIKA.CO.ID, RALEIGH – Seorang pria di North Carolina, negara bagian Amerika Serikat (AS), pada Selasa (2/6) dijatuhi hukuman 10 bulan penjara lantaran melakukan ancaman secara anonim di media sosial kepada seorang pria Muslim-Amerika yang mencalonkan diri untuk meraih kursi senat di negara bagian Virginia.
Menurut jaksa penuntut, Joseph Cecil Vandevere (53) dari Black Mountain didakwa setelah ia mengancam untuk membunuh Qashim Rashid.
Vandevere telah menghadapi hukuman maksimum 5 tahun penjara setelah hakim federal di Asheville, North Carolina, mendakwanya pada Desembar lalu terkait komunikasi antar negara bagian atas ancaman akan melukai seseorang.
Juru bicara kantor Kejaksaan AS untuk Distrik Barat di North Carolina, Lia Bantavani, mengatakan Hakim Distrik AS Max Cogburn Jr juga memvonis Vandevere satu tahun pembebasan yang diawasi setelah masa tahanannya.
Menurut Bantavani, Vandevere akan melapor ke penjara pada tanggal yang akan ditentukan. Menurutnya, pedoman hukuman menyerukan hukuman penjara 10 hingga 16 bulan. Vandevere didakwa pada Juni lalu sehubungan dengan unggahan di Twitter yang diarahkan pada kandidat Qasim Rashid.
Cuitan Vandevere tersebut diunggah di Twitter pada Maret 2018. Unggahannya termasuk gambar hukuman mati tanpa pengadilan dan kata-kata bertuliskan "Lihat Tujuan Anda." Rashid lantas mengunggah tangkapan layar dari cuitan bernada ancaman tersebut dan melaporkannya ke FBI.
Selain hukuman penjara, hakim juga menuntut Vandevere untuk membayar senilai 224 dolar AS sebagai ganti rugi kepada Rashid.
Rashid sebenarnya tidak menyatakan dukungan untuk hukuman penjara bagi pelaku. Namun, ia mengatakan dirinya telah mendesak pengadilan agar menerapkan denda kepada Vandevere sebesar 250 ribu dolar, angka maksimum menurut undang-undang. Hal itu bertujuan untuk mengirim pesan terkuat bahwa ada konsekuensi material untuk perilaku kekerasan semacam itu.
"Tujuan kami sejak awal adalah untuk menekankan rehabilitasi dan reformasi. Kami agak khawatir bahwa hukuman ini mungkin tidak mengirim pesan pencegahan semacam itu," kata Rashid kepada The Associated Press setelah sidang, dilansir di Daily Mail Online, Rabu (3/6).
Dalam pernyataan yang diajukan ke pengadilan setelah persidangan, Rashid mengatakan ancaman Vandevere telah membangkitkan kenangan menyakitkan tentang sepupu yang digantung dan diseret di jalan-jalan Pakistan dua dekade lalu. Ia mengatakan, kala itu leher sepupu tersebut patah dan nyawanya melayang karena keyakinannya.
"Melihat ancaman Vandevere, saya merasa ditemukan, ribuan mil jauhnya, oleh rasa sakit generasi yang sama akibat penganiayaan agama yang dialami keluarga saya," tulis Rashid.
Rashid merupakan seorang pengacara yang bekerja pada kasus-kasus hak imigran. Ia bersaksi di persidangan Vandevere selama dua hari. Pasca persidangan, Rashid mengatakan bahwa ancaman Vandevere itu masih menghantuinya dan keluarganya.
Bahkan, istrinya selalu mengkhawatirkan keselamatannya. "Saya dipaksa untuk bertindak sekarang, dalam banyak hal, seperti seseorang yang diburu," tulisnya pada Januari.
Pihak berwenang juga menuduh Vandevere mengunggah ancaman anti-Semit di halaman Facebook sinagog Florida. Menurut pernyataan tertulis seorang agen FBI, para penyelidik menghubungkan Vandevere dengan komentar mengancam yang diunggah pada Februari 2018 di situs web sebuah sinagog di Plantation, Florida.
Seorang rabi di Sinagog Ramat Shalom menghubungi FBI setelah seseorang yang menggunakan nama Bob Smith mengunggah komentar tak mengenakan dalam menanggapi unggahan rabi.
Saat itu, Rabi mengunggah sesuatu yang menunjukkan dukungan untuk sekolah menengah Parkland, Florida, di mana seorang pria bersenjata menewaskan 17 orang awal bulan itu.
Para penyelidik kemudian menghubungkan nomor telepon Vandevere ke akun Twitter yang sama, dengan nama "DaDUTCHMAN5". Akun itu mengunggah ancaman terhadap Rashid. Unggahan tersebut disertai dengan foto hitam-putih dari hukuman mati tanpa pengadilan 1915 yang terkenal dari seorang pria Yahudi, Leo Frank, di Marietta, Georgia. Twitter lantas menangguhkan akun DaDUTCHMAN5 tersebut.
Pada September lalu, Hakim Distrik Cogburn menolak argumen Vandevere bahwa dakwaannya harus diberhentikan dengan alasan kebebasan berbicara Amandemen Pertama. Pengacara Vandevere, Andrew Banzhoff, mengklaim komunikasi tersebut bukanlah ancaman nyata.
"Pada 2019, arena politik harus mencakup pertukaran publik dari pandangan politik yang terjadi setiap hari di Twitter dan situs media sosial lainnya," tulis Banzhoff.
Tetapi, hakim mengatakan bahwa dia tidak dapat memutuskan bahwa ancaman yang dituduhkan adalah "hiperbola politik" atau bahwa tidak ada orang yang berakal akan menafsirkan komunikasi ini sebagai ekspresi serius dari niat untuk melukai.