REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mencapai target pertumbuhan pinjaman sebesar 35 persen mulai Juni 2020, fintech peer to peer lending Akseleran melakukan sejumlah strategi. Strategi yang disiapkan termasuk memitigasi risiko kredit bermasalah (nonperforming loan /NPL) di tengah kembali menggeliatnya sektor usaha yang membutuhkan pinjaman sekaligus mendukung kebangkitan perekonomian nasional.
Chief Credit Officer & Co-Founder Akseleran Christopher Gultom menjelaskan, setidaknya ada tiga strategi yang diberlakukan Akseleran. Pertama, Akseleran melakukan pengetatan dalam penilaian kredit terhadap calon peminjam (borrower). Termasuk melakukan penilaian menyeluruh tentang dampak Covid-19 pada bisnis mereka.
Kedua, pemantauan portofolio yang berkelanjutan dan ketiga penerapan asuransi kredit yang berkelanjutan. "Kami tetap optimistis tingkat NPL Akseleran dapat tetap terjaga di bawah satu persen hingga akhir tahun 2020," kata Christopher dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (3/6).
Christopher mengungkapkan, hingga akhir Mei 2020, tingkat NPL Akseleran masih terjaga stabil dengan berada di angka 0,67 persen dari total penyaluran pinjaman usaha. Angka itu mengalami penurunan sebesar 0,03 persen dibandingkan NPL pada akhir April 2020.
Khusus selama masa pandemi Covid-19, Akseleran meningkatkan credit underwriting standard lagi. Hal ini membuat Akseleran lebih memilih untuk membiayai invoice financing dibandingkan receivable financing. Meskipun, ini bukan berarti receivable financing tidak bisa Akseleran layani.
"Harapannya, dengan meningkatkan fokus penyaluran menjadi invoice financing, risiko kredit yang ada menjadi lebih kecil," kata Christopher.
Hal tersebut terlihat dalam dua bulan terakhir outstanding dan penyaluran invoice financing di Akseleran lebih besar daripada PO financing. Ini artinya, kata Christopher, mitigasi risiko yang baru tersebut sudah terimplementasi dengan baik.