REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Antara
Pandemi Covid-19 yang terjadi secara global telah mengubah keadaan dunia. Kebiasaan seperti belanja ke pasar, pergi sekolah, dan lainnya bebas dilakukan, kini harus dipraktikkan dengan sederet protokol kesehatan.
Ilmuwan pun berlomba-lomba berupaya menemukan vaksin yang mampu mengobati penyakit tersebut. Faktanya, hingga saat ini belum ada satu pun negara yang dapat menemukan vaksin tersebut guna mengobati penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu. Kondisi itu pulalah yang terjadi di Indonesia.
Hingga Rabu (2/5) jumlah pasien yang terkonfirmasi positif bertambah 684 orang. Sehingga jika ditotal secara nasional saat ini terdapat 28.233 jiwa mengidap Covid-19 di Tanah Air. Sedangkan korban jiwa menjadi 1.698.
Salah satu pengobatan yang sedang dicoba adalah penggunaan plasma darah dari penyintas atau pasien sembuh Covid-19. Sejumlah penelitian menemukan plasma darah penyintas Covid-19 bisa membantu upaya penyembuhan pasien yang sedang dirawat. Donor plasma darah tersebut diharapkan bisa menjadi sebuah harapan bagi para pasien untuk kesembuhannya.
Salah seorang donor plasma darah ialah Rilsan Malkhi Pandapotan Sidauruk (27) seorang penyintas Covid-19. Berawal dari perbincangan ringannya dengan tenaga medis di RSPAD Gatot Soebroto, Rilsan tanpa sengaja bertemu dengan Wakil Kepala RSPAD Brigjen Albertus Budi Sulistya.
Pada saat itu, Rilsan baru beberapa hari keluar dari RSPAD usai dinyatakan sembuh oleh pihak rumah sakit. Pada kesempatan itu, Brigjen Albertus Budi Sulistya mengajak Rilsan untuk mendonorkan plasma darahnya guna membantu pasien Covid-19 yang sedang dirawat.
"Nanti kamu harus donor darah ya, kamu donor plasma darah," kata dia menirukan apa yang diucapkan Brigjen Budi kala itu.
Mendengar ajakan tersebut, awalnya Rilsan mengaku sedikit kaget dan bingung karena tidak pernah membayangkan akan melakukan donor plasma darah sebelumnya. Apalagi dia baru sembuh dari Covid-19.
Ia mendapatkan penjelasan panjang lebar dari pimpinan rumah sakit saat itu. Termasuk pula manfaat dari donor plasma darah baik bagi pasien penderita Covid-19, rumah sakit maupun para penyintas. Barulah berawal dari titik itu, ia percaya diri untuk menjadi salah seorang pendonor.
Apalagi kala itu, ia merasa sudah dalam kondisi sehat sehingga tidak canggung lagi untuk melakukan donor darah sebagaimana permintaan Brigjen Budi. Pada kesempatan yang sama, pihak rumah sakit berencana menjadwalkan waktu untuk kegiatan donor plasma tersebut.
Namun, mungkin karena pihak rumah sakit sibuk atau lupa, Rilsan tak kunjung diberitahu oleh pihak RSPAD. Tak puas hanya sekadar menunggu, akhirnya ia berinisiatif menjadwalkan sendiri waktu untuk melakukan donor. Tepatnya pada 7 Mei, pria yang berdomisili di Cengkareng Jakarta Barat itu melakukan donor plasma sebanyak 600 cc.
Proses donor plasma darah di RSPAD yang dijalani Rilsan tersebut setidaknya membutuhkan waktu hingga dua jam. Hal itu juga tergantung dari kondisi pembuluh darah pendonor.
Secara pribadi, nuraninya tergerak karena melihat cukup banyak orang-orang yang berjuang melawan Covid-19 dan membutuhkan plasma darah. Apalagi setelah mendapat penjelasan dari RSPAD bahwa plasma darah mengandung antibodi yang bisa membantu penyembuhan pasien Covid-19.
"Kalau bisa membantu menyelamatkan nyawa orang, jujur saya senang," katanya.
Bagi pria berdarah Batak itu, bila cara tersebut untuk sementara waktu bisa membantu proses penyembuhan pasien Covid-19, maka tidak ada salahnya mendonorkan plasma darah ke rumah sakit. Sehingga langkah tersebut secara langsung telah membantu menyelamatkan orang-orang yang sedang berjuang di ruang isolasi bertekanan negatif.
Setelah mendonorkan plasma darahnya, Rilsan mengaku berat badannya sedikit berkurang meskipun belum bisa disimpulkan secara pasti apakah hal itu merupakan pengaruh usai donor atau ada faktor lainnya. "Berat badan berkurang sedikit setengah kiloan lah," kata salah satu alumni Institut Pertanian Bogor tersebut sambil tertawa.
Meskipun demikian, Rilsan mengatakan dampak dari donor plasma darah secara langsung pada hakikatnya tidak seberat usai melakukan donor darah biasa. Bahkan, setelah dirinya melakukan donor plasma, ia langsung bisa mengemudikan mobil serta beraktivitas lainnya.
Pertama kali mengetahui positif Covid-19, Rilsan menyadari akan terasing dari orang-orang tercinta sebab harus menjalani isolasi di rumah sakit. Selama satu minggu menghabiskan waktu di RSPAD dengan tiga kali tes swab, ia akhirnya dinyatakan sembuh.
Banyak pelajaran yang dipetik oleh pemuda tersebut salah satunya melihat bagaimana orang-orang yang terpapar Covid-19 harus menahan diri dan tidak bisa berkomunikasi langsung dengan anggota keluarga mereka.
Menyadari hal itu, ia berpikir bagaimana caranya agar pasien Covid-19 tetap bisa berkomunikasi dengan sanak saudara meskipun berada dalam ruang isolasi. Melalui proyek sosial bernama "I See You" yang dikerjakannya bersama 30 anak muda lainnya. Rilsan mencoba membuat semacam aplikasi yang dapat terhubung langsung antara pasien dengan orang-orang di luar ruang ICU.
"Jadi pasien yang tidak bisa dikunjungi keluarganya, kita berikan tablet yang disertai aplikasi," katanya.
Aplikasi tersebut berisikan pemenuhan kebutuhan psikologis, spiritual dan sosial. Selain itu, terobosan yang sedang digagas pemuda itu juga bisa memantau perkembangan pasien dari jarak jauh oleh dokter penanggungjawab paru. "Hari Jumat (5/5) kita mau serah terima barangnya ke RSPAD," ujar dia.
Di samping menyediakan aplikasi untuk kebutuhan rumah sakit, Rilsan sebagai penyintas Covid-19 sekaligus pendonor plasma darah juga berupaya mengajak dan mengimbau semua penyintas penyakit tersebut agar mau dan bersedia melakukan hal serupa demi membantu menyelamatkan nyawa pasien-pasien lainnya.
Uniknya, cara mengajak dan merangkul para penyintas Covid-19 dilakukan dengan cara berbeda oleh pemuda tersebut yakni dengan membuat semacam publikasi media agar melakukan donor plasma di RSPAD Gatot Soebroto.
Ia berharap dengan adanya publikasi yang dibuat tersebut, para penyintas atau orang-orang yang telah sembuh juga bisa berbuat nyata membantu pasien Covid-19 dengan mendonorkan plasma darahnya. "Secara detail saya memang tidak bisa mengajak karena tidak ada juga data-data pasien yang sudah sembuh. Namun melalui publikasi yang dibuat semoga semakin banyak pendonor plasma," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Unit Donor Darah Pusat (UDDP) Palang Merah Indonesia (PMI) Dr dr Ria Syafitri mengatakan PMI bertugas menyediakan plasma konvalesen bagi rumah sakit yang membutuhkan. Transfusi plasma konvalesen merupakan terapi penunjang pada pasien Covid-19. Terkait siapa yang boleh melakukan terapi tersebut hal itu diputuskan oleh dokter klinis yang merawat pasien Covid-19.
Berdasarkan alur, jika dokter atau pihak rumah sakit membutuhkan plasma darah maka ia akan meminta ke Unit Donor Darah (PMI) agar menyiapkan plasma konvalesen. "Jadi PMI menyiapkan plasma yang berasal dari para pendonor atau pasien yang sudah sembuh dari Covid-19 dan telah membentuk antibodi," kata dia.
Setelah antibodi yang terdapat di dalam plasma itu diambil dan ditransfusikan ke pasien Covid-19, diharapkan dapat mempercepat penyembuhan pasien.
Untuk mendapatkan calon donor, biasanya rumah sakit akan berkoordinasi dengan PMI bahwa ada pasien sembuh dan bersedia melakukan donor plasma. Tidak hanya sampai di situ, PMI akan kembali melakukan wawancara kepada calon pendonor di antaranya menanyakan kesediaan menjadi pendonor.
Selain itu sejumlah persyaratan juga harus dipenuhi calon pendonor yaitu berat badan harus lebih dari 50 kilogram, usia lebih dari 17 tahun, tidak memiliki penyakit menular lewat transfusi darah, kecocokan darah dan harus dibuktikan dengan surat keterangan sehat atau hasil swab negatif sebanyak dua kali.
"Kami menyarankan sebaiknya pendonor itu laki-laki, perempuan boleh saja tapi dengan catatan belum pernah hamil," ujarnya.
Perempuan yang telah pernah hamil apabila tetap melakukan donor plasma konvalesen dikhawatirkan akan memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) sehingga bisa menyebabkan reaksi dari pasien itu sendiri.
Dr dr Ria Syafitri mengatakan para penyintas Covid-19 diperbolehkan melakukan donor plasma konvalesen hingga tiga kali. "Pengambilan dengan cara apheresis kemungkinan hanya bisa dua atau tiga kali," kata dia.
Ia menjelaskan para penyintas tersebut tidak bisa terus menerus melakukan donor plasma konvalesen sebab mereka juga harus meningkatkan daya tahan tubuh karena dikhawatirkan titer antibodinya turun. Untuk melakukan donor plasma konvalesen terdapat dua cara yang umumnya dilakukan oleh tim medis. Pertama, apheresis dan yang kedua konvensional.
Donor plasma konvalesen dengan cara apheresis, yakni hanya mengambil plasma darah pendonor saja sedangkan produk darah lainnya dikembalikan lagi. Jika menggunakan cara apheresis maka pengambilan plasma darah selanjutnya bisa dilakukan pada hari ke-14 atau berjarak dua minggu saat pertama kali donor.
"Sekali diambil itu bisa 400 hingga 500 mililiter," katanya.
Sedangkan pengambilan dengan cara konvensional atau yang biasa dilakukan pada pendonor darah yakni menggunakan kantong darah ukuran 350 ml atau 450 ml.
Dari jumlah itu biasanya plasma darah yang bisa diambil sekitar 200 ml. Jika pendonor ingin kembali donor maka bisa dilakukan dengan jarak waktu 10 minggu kemudian.
"Namun kami lebih menganjurkan pengambilan plasma konvalesen ini dengan cara apheresis," ujar dia.
Ia menambahkan penyintas Covid-19 yang telah melakukan donor plasma konvalesen tersebut memang akan mengalami penurunan titer antibodi namun hal itu tidak banyak.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak penyintas Covid-19 Jawa Timur bergotong royong melakukan gerakan aksi sosial donor plasma darah. Khofifah menegaskan, plasma darah yang dikumpulkan nantinya akan digunakan untik membantu kesembuhan pasien Covid-19.
“Saya mengajak warga Jawa Timur survivor Covid-19, yang telah dinyatakan sembuh dari covid-19, yang setelah dua kali hasil swab dinyatakan negatif, untuk bersama-sama melakukan aksi donor plasma,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (3/6).
Gubernur perempuan pertama di Jatim itu menyatakan, plasma darah dari pasien sembuh tersebut akan digunakan untuk terapi plasma convalescent pada pasien Covid-19 yang masuk kategori berat dan sangat berat. Apalagi metode terapi plasma convalescent ini terbukti di Indonesia, Amerika, China, Inggris maupun Korea, efektif untuk menyembuhkan pasien Covid-19. FDA dan WHO juga telah memberikan izin untuk penggunaan plasma convalenscent pada pasien Covid-19.
"Ini karena dalam plasma darah pasien yang telah sembuh dari Covid-19, telah terbentuk antibodi yang mampu untuk melawan virus Covid-19," ujar Khofifah.
Ketika plasama darah tersebut ditransfusikan pada pasien yang tengah berjuang melawan virus SARS-CoV-2, bisa menjadi antibodi yang ampuh. Artinya, kata dia, darah dari para survivor pasien Covid-19, bisa menyelamatkan nyawa orang lain.
"Karena di dalamnya ada kekebalan yang bisa membunuh virus Covid-19. Maka warga Jatim, sebelum vaksin ditemukan, mari bahu-membahu untuk saling membantu, dengan cara mendonorkan plasma darah,” kata Khofifah. Di Jawa Timur katanya RSUD Soetomo maupun RS Saiful Anwar memiliki teknologi untuk terapi plasma tersebut.