REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dalam aturan itu, seluruh pekerja baik pegawai negeri sipil (PNS), karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun swasta, diwajibkan mengikuti program tersebut.
Menanggapi itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan keberatan. "Apindo konsisten dari awal kita keberatan dengan program itu, kita memandang PP Tapera tidak perlu ada, karena kita punya BPJS Ketenagakerjaan, di dalamnya ada program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun," jelas Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani kepada Republika.co.id, Rabu (3/6).
Ia menuturkan, dana kelola dua program jaminan sosial itu bisa digunakan, terutama program Jaminan Hari Tua, sebab sudah ada ada PP Nomor 55 Tahun 2015. "Di PP itu disebutkan, untuk membantu program perumahan pekerja, bisa dialokasikan 30 persen dari dana kelola Jaminan Hari Tua untuk perumahan," tuturnya.
Hariyadi menyebutkan, saat ini dana kelola Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan sudah Rp 300 triliun lebih. "Jadi cukup besar, kalau pemerintah mau, bisa langsung pakai dananya. Jadi buat apa membuat badan baru dan membebani pekerja kita? Kasihan," ujar dia.
Dirinya menegaskan, melalui program Tapera, gaji pekerja harus dipotong 2,5 persen untuk iuran, sementara 0,5 persen dibayarkan oleh perusahaan. Hal itu dinilai memberatkan dunia usaha, khususnya para pekerja.
"Jadi usulan saya, nggak perlu ada iuran baru nggak usah bebani lagi. Dananya pun sudah tersedia, kan poinnya bagaimana bisa sediakan perumahan untuk pekerja, jadi ngapain bikin lembaga baru?" tegas Hariyadi.
Ia menambahkan, program Tapera juga tidak adil, sebab meski pekerja tersebut sudah punya rumah, tetap wajib membayar iuran. "Kalau di BPJS Ketenagakerjaan fair, karena yang sudah punya rumah tidak usah membayar," jelasnya.