REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan Ruslan Buton, eks Kapten TNI AD, karena meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur sangat disesalkan oleh Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat, Ossy Dermawan. Bahkan, Ossy yang juga eks prajurit TNI AD dengan pangkat terakhir Mayor sebelum terjun ke dunia politik, menganggap kasus yang menjerat Ruslan Buton tidak adil.
Ossy pun mengunggah status di akun Twitter @OssyDermawan, tentang video seorang remaja keturunan bernama Royson Jordany Tjahja, yang mengancam menembak Jokowi sambil memegang foto RI-1 pada medio 2018, yang kasusnya tidak sampai diproses hukum oleh kepolisian.
"Orang ini punya nasib lebih baik dari Ruslan Buton," kata Ossy lewan akun Twitter miliknya sembari mencantumkan video ancaman Royson kepada Jokowi, saat dikonfirmasi Republika, Rabu (3/6) malam WIB.
Ossy menjelaskan, penanganan kasus Ruslan Buton oleh kepolisian jelas terlalu berlebihan. Ruslan dijemput tim Bareskrim Polri didampingi perwira Polisi Militer Angkatan Darat (Pomad) di Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5).
"Jangan sampai penanganan berlebihan ini menguatkan persepsi publik terjadinya hukum tebang pilih," kata Ossy yang terakhir berdinas di militer ditempatkan di Sekretariat Negeri sebagai asisten sekretaris pribadi presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Ossy menganggap, selama ini ada kesan seolah-olah pihak yang mengkritik pemerintahan langsung menjadi 'sasaran' dari penegakan hukum pemerintahan. Alumnus sekolah militer Norwich University, Amerika Serikat pada 2000, ini mengingatkan, negara harus tetap menyisakan ruang bagi kebebaan berpendapat sebagaimana yang diamanatkan konstitusi RI. "Kritik harus dianggap sebagai 'obat' guna meningkatkan kinerja pemerintah," ucap Ossy.
Sebelumnya, Sosok Ruslan sempat viral lantaran membuat surat terbuka kepada Jokowi untuk mundur dari jabatannya, lantaran dianggap tidak prorakyat. Dengan merekam suaranya, Ruslan mengingatkan, solusi terbaik masalah bangsa adalah jika Jokowi berkenan mundur. “Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” kata Ruslan dalam video yang dibuat pada 18 Mei 2020.
Karier Ruslan di TNI AD terhenti ia pernah terjerat kasus pembunuhan, hingga dihukum oleh Pengadilan Militer Ambon pada 2018. Jabatan terakhir Ruslan adalah komandan pos Satuan Tugas SSK III Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau.
Kuasa hukum Ruslan Buton sudah mengajukan surat penangguhan penahanan pada Sabtu (30/5). Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri belum memberikan jawaban atas permohonan penangguhan penahanan yang diajukan oleh Ruslan Buton. Menurut Argo, hingga kini, surat tersebut masih dipelajari dan dipertimbangkan penyidik Bareskrim.
Ruslan dikenakan status tersangka penyebaran hoaks dan ujaran kebencian terhadap Jokowi. "Itu kewenangan penyidik, nanti penyidik yang menilai," ujar Argo saat dikonfirmasi, Rabu (3/6).