REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Mark Esper, menyatakan menentang penggunaan pasukan militer untuk penegakan hukum dalam protes jalanan yang terjadi, Rabu (3/6). Dia meredam ancaman dari Presiden Donald Trump yang telah memperingatkan negara-negara bagian agar bersedia mengirim tentara untuk menjaga jalanan dari unjuk rasa.
Esper menyatakan penggunaan Undang-Undang Pemberontakan hanya bisa digunakan dalam situasi yang paling mendesak dan mengerikan. Pernyataan ini muncul setelah Trump mengancam akan menggunakan Undang-Undang 1807 untuk menahan protes jika gubernur tidak dapat menangani kerusuhan.
"Kami tidak berada dalam situasi seperti itu sekarang," kata Esper.
Tapi, Esper tiba-tiba membatalkan keputusan Pentagon sebelumnya untuk mengirim beberapa ratus tentara yang bertugas pulang dari Washington, D.C.. Pentagon mengalami peningkatan tegangan dengan Gedung Putih karena tanggapan militer terhadap protes.
Atas dorongan Trump, Esper telah memerintahkan sekitar 1.300 personel Angkatan Darat ke pangkalan militer tepat di luar ibu kota negara. Para pejabat pertahanan mengatakan beberapa pasukan mulai kembali ke pangkalan pada Rabu.
Sekretaris Angkatan Darat Ryan McCarthy mengatakan rencana itu berubah. Esper tidak jadi melakukannya setelah mengunjungi Gedung Putih pascakonferensi pers. Sekretaris pers Kayleigh McEnany mengatakan presiden masih bersedia mengerahkan pasukan federal meskipun ada komentar Esper.
"Jika perlu, dia akan menggunakannya. Namun, saat ini dia mengandalkan lonjakan jalan dengan Garda Nasional. Ini bekerja dengan efek luar biasa," ujar McEnany.
Pada saat yang sama, Trump mengambil kredit untuk penempatan pejabat federal dan penegak hukum lainnya ke ibu kota negara. Dia menawarkan sebuah model kepada negara-negara lain tentang bagaimana menghentikan kekerasan yang menyertai beberapa protes nasional.
Trump berargumen bahwa unjuk kekuatan besar-besaran bertanggung jawab atas protes di Washington dan kota-kota lain menjadi lebih tenang dalam beberapa hari terakhir. Dia mengulangi kritiknya terhadap gubernur yang belum mengerahkan Garda Nasional sepenuhnya.
"Anda harus memiliki kekuatan yang dominan. Kami membutuhkan hukum dan ketertiban," kata Trump kepada Fox New Radio, Rabu.
Menegaskan kritik Trump, McEnany mengatakan kebijakan yang diterapkan New York sangat lemah. Kondisi itu dinilai sangat kontras dengan kebijakan hukum dan ketertiban yang Trump telah lakukan.
McEnany tidak menampik laporan ketegangan antara Trump dan Esper. Ditanya berulang kali apakah Trump masih memiliki kepercayaan pada pemimpin Pentagonnya, dia berkata Esper masih menjadi Menteri Pertahanan dan seandainya Trump kehilangan kepercayaan, semua akan mengetahui hal itu di masa depan.
Esper dalam sambutannya juga sangat mengkritik tindakan polisi Minneapolis atas insiden pekan lalu yang memicu protes. George Floyd, seorang pria kulit berwarna yang ditangkap, meninggal setelah seorang perwira kulit putih menekan lututnya ke leher Floyd selama beberapa menit. Esper menyebut tindakan itu pembunuhan dan kejahatan mengerikan.
Menteri Pertahanan itu mendapat kecaman dari para kritikus, termasuk pensiunan perwira militer senior, karena telah berjalan bersama Gedung Putih pada Senin malam. Dia mendampingi Trump dan yang lainnya untuk mengambil foto bersama di depan Gereja Episkopal St. John, yang sebelumnya mengalami kerusakan akibat pengunjuk rasa.
Esper mengatakan ketika dia sadar mereka menuju ke St. John's, dia tidak tahu apa yang akan terjadi di sana. "Saya tidak tahu operasi foto sedang terjadi," katanya.
Esper juga mengaku tidak tahu bahwa polisi secara paksa telah memindahkan para pemrotes damai di Lafayette Square untuk membersihkan jalan bagi Trump dan rombongannya. Gedung Putih memikul tanggung jawab atas acara itu dengan memberi perintah kepada penegak hukum untuk membersihkan protes sebelum Trump berjalan ke gereja.