Kamis 04 Jun 2020 13:17 WIB

'Sejarah Jangan Diseret untuk Politik Praktis' 

Untuk mengetahui pembantaian simpatisan PKI, harus melalui riset sejarah.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Bonnie Triyana
Foto: dok. pri
Bonnie Triyana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Bonnie Triyana mengatakan peristiwa sejarah sebaiknya tidak diseret ke politik praktis. Ia menambahkan, peristiwa sejarah sepatutnya dijelaskan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi sejarah. 

"Kalau sudah diseret seret ke politik praktis, ya, susah. Karena apa? Sejarah gampang di-abuse untuk keperluan politik," ujar Bonnie pada Republika.co.id, Kamis (4/8). 

Baca Juga

Misalnya, peristiwa pembantaian simpatisan PKI pada 1965-1966 sudah berlalu sekitar 50 tahun lalu. Untuk mengetahuinya harus melalui riset dan penelitian sejarah. 

"Penelitian sejarah itu pekerjaan akademisi sejarawan, kalau ada misalkan orang berani bicara kalau dia punya data dan punya kesaksian atau riset, silakan saja, tapi kalau nggak punya, ya, ngapain," kata Bonnie.

Bonnie berharap, masyarakat jangan sampai terjebak dengan adanya fakta-fakta sejarah yang seringkali diputarbalikkan oleh tokoh tertentu untuk kepentingan tertentu seperti politik. Karena itu, masyarakat pun diminta agar memperdalam pengetahuan sejarah lewat karya-karya sejarah. 

Terkait sejarah Pembantaian tahun 1965-1966 yang menjadi polemik kali ini, Bonnie menyebut sudah banyak sekali kajian yang membahas soal hal ini. Namun, kata dia, ada pula perbedaan pendapat di antara para sejarawan. 

"Ini adalahnya ranahnya akademisi dan sejarawan, lalu kalaupun sejarawan berbeda pendapat ya nggak papa. Karena perbedaan pendapat sejarawan dihasilkan dari penelitiannya," ujar dia. 

"Yang bikin ini kacau adalah tafsir politik. Cuman itu persoalannya, kalau di kampus mah udah biasa soal ini. Elit politik juga harus dewasa, jangan menakuti dan mengamplifikasi hal yang gak punya dasar," kata Bonnie kembali menegaskan. 

Tagar #BoikotWikipedia muncul di media sosial Twitter pada Kamis (4/8). Hingga siang, tagar tersebut telah dicuit hingga belasan ribu pengguna. Usut punya usut, tagar tersebut bermula dari artikel bertajuk 'Pembantaian di Indonesia 1965-1966'.

Tagar #BoikotWikipedia muncul di media sosial Twitter akibat adanya sejumlah pihak yang tak terima dengan artikel Pembantaian 1965-1966. Sejumlah pihak merasa tak terima dengan artikel tersebut yang menurut mereka menempatkan simpatisan PKI sebagai korban yang dibantai saat awal kepemimpinan Presiden Soeharto. Tagar itu pun semakin mengemuka dengan adanya tokoh-tokoh publik ikut berkomentar soal isu tersebut. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement