REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salma Febriany
Tak bisa dipungkiri, setiap hari selama hidup, manusia takkan pernah bisa lepas dari kesulitan, beban, tekanan, rasa takut kehilangan, yang jika tidak diantisipasi akan menyebabkan depresi (putus asa, hilang harapan, frustasi, tidak semangat hidup bahkan berujung pada maut). Terlebih di masa pandemi yang luar biasa ini; pemutusan kerja terjadi dimana-mana, pemotongan gaji, bahkan penutupan usaha dagang yang terpaksa dilakukan karena tak mampu lagi membayar karyawan.
Fenomena ini secara langsung berimbas pada mereka yang masih membutuhkan lapangan pekerjaan untuk melanjutkan kehidupan. Nah, kesulitan dan tekanan tersebut, jika tidak disembuhkan, akan melahirkan beragam gangguan kesehatan mental yang puncaknya—bisa menghabiskan nyawa diri sendiri.
Melihat berbagai kenyataan pahit ini, setidaknya ada tiga upaya yang bisa kita lakukan. Pertama, mulai mencari pertolongan. Carilah orang terbaik yang bisa memberikan saran atas masalah psikis yang menghimpit. Entah kepada teman, orangtua, keluarga, namun jika harus ditangani secara khusus, maka layanan psikolog tentu lebih baik, carilah layanan online/ daring demi meraih jasmani dan mental yang sehat.
Kedua, lakukan aktivitas-aktivitas positif yang bermanfaat. Meditasi dan yoga bisa menjadi solusi sempurna. Dimana mendapatkannya? Wah, musim pandemi seperti ini, banyak sekali para pakar ahli yang ikhlas berbagi ilmunya secara cuma-cuma baik via Instagram live, Youtube, maupun aplikasi lainnya.
Salah satunya Reza Gunawan, Holistic Health & Self Healing Teacher Indonesia dalam akun instagramnya berbagi banyak hal penting untuk mengurangi kecemasan di masa pandemi ini! Reza menyarankan, agar kita kembali ‘belajar bernafas’. Lho kok bernafas? Iya, saking sering bernafas, aktivtias ini dirasa kurang penting. Padahal, bernafas itu tidak cukup asal nafas. Bernafas memiliki cara khusus dan ini terbukti bisa mengurangi kecemasan, stress dan rasa takut berlebih.
Ketiga, tentu dengan spiritual approachment atau pendekatan spiritual. Para ahli sepakat bahwa masalah psikososial dapat dinetralisir atau dihilangkan dengan kehidupan spiritualitas yang kuat. Potter dan Perry (2009) dalam ‘Mental Health Book’ menguraikan bahwa kesehatan spiritual pada seseorang dapat menjadi faktor penting dalam peningkatan kesehatan mental seseorang. Hal ini dapat menjadi solusi ketika seseorang menghadapi kesulitan dalam hidup.
Selain itu, Hamid (2009) dalam karyanya ‘Bunga Rampai Kesehatan Jiwa’ menuliskan bahwa spiritual sangat penting untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup. Kesehatan spiritual lansia dikatakan baik apabila telah memenuhi beberapa karakteristik spiritual yaitu: hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam yang harmonis, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan Tuhan melalui kegiatan ibadah.
Melalui tiga upaya itulah semoga kualitas hidup yang terdiri dari empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan (versi World Health Organization/ WHO, 2009) dapat terpenuhi dengan baik. So, sebelum jauh melangkah ke gagasan new normal, ada baiknya tuntaskan dulu masalah psikososial. Agar setelah new normal betul-betul diberlakukan, tragedi menghilangkan nyawa sendiri betul-betul bisa ditekan, sehingga, akan lahir the new personal—orang-orang baru yang lebih tangguh dan sehat mental.
Mengapa? Sebab banyak orang yang berhasil keluar dari beban dan kesulitan, namun tak sedikit pula dari mereka yang bingung mencari tempat penyembuhan. Keluarga, tentu harus menjadi institusi pertama dan utama agar saling peka dan terbuka. Sikap dermawan, saling peduli dan berempati kepada orang terdekat (tetangga) sebisa mungkin diupayakan agar bisa saling menjaga dan mensyukuri anugerah nyawa serta menjalani amanah mulia dari-Nya, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allâh Maha Penyayang kepadamu. (Qs. An-Nisa’/4: 2).