REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua pengurus harian PBNU Robikin Emhas menekankan agar tidak ada kesan diskriminatif terhadap tempat ibadah di era new normal. Ia mengatakan, selain untuk bidang ekonomi, epidemologi new normal juga memungkinkan diterapkan untuk bidang-bidang lain, termasuk bidang agama.
Misalnya, dalam fungsionalisasi tempat peribadatan dalam proses normalisasi new normal. Hal itu tentunya dengan tetap memperhatikan kondisi aktual pandemi di daerah masing-masing.
"Demikian halnya terkait proses normalisasi new normal. Kalau di bidang ekonomi, katakan saja di pasar, mal, plaza, industri dan sejenisnya tidak diperlukan prosedur birokrasi yang berbelit dengan pengajuan izin, maka seharusnya demikian juga untuk tempat ibadah. Jangan ada kesan diskriminatif dan perlakuaan yang tidak setara," kata Robikin, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (4/6).
Tentunya, ia menegaskan semua penerapan new normal itu tetap harus dengan protokol kesehatan yang memadai. Sebab, menurutnya, protokol kesehatan harus dipahami sebagai bagian dari ikhtiar lahir untuk menjaga kesehatan dan keselamatan, dan itu juga merupakan perintah agama.
Robikin mengatakan, new normal harusnya tidak dipahami hanya sebatas berjalannya kehidupan yang aman dari Covid-19 dan masyarakatnya produktif secara ekonomi. Lebih dari itu, ia menilai new normal harus dipahami sebagai bekerjanya sistem kehidupan yang didasarkan nilai-nilai humanistik dan standar etik universal di segala bidang.
"Maka prinsip kesetaraan, keadilan dan penghargaan harkat martabat kemanusiaan harus menjadi basis pengambilan keputusan. Dalam upaya melakukan pencegahan penularan dan mengatasi Covid-19, prinsip-prinsip di atas mesti menjadi basis pengambilan kebijakan," tambahnya.