REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masa transisi ke new normal harus ditunjang dengan persiapan yang matang serta memerhatikan berbagai aspek yang berkaitan. Pelaksanaan yang tidak tepat dan kurangnya persiapan akan menyebabkan transmisi Covid-19 meningkat dan wabah meluas kembali.
"New normal diterapkan pada negara yang telah berhasil mengendalikan transmisi penyakit," jelas anggota tim ahli RS Rujukan Covid-19, dr Erlina Burhan SpP, dalam webinar “Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Alami Selama Pandemi Covid-19 dengan Antioksidan,” Kamis (4/6).
Transisi menuju era kenormalan baru, menurut Erlina, dapat dipertimbangkan jika angka reproduksi efektif (Rt) virus corona kurang dari satu (Rt<1) yang konsisten dalam jangka waktu tertentu, yakni 14 hari. Masa transisi bisa dimulai jika transmisi terbukti terkendali, sehingga pengurangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bisa diterapkan.
Erlina mengungkapkan, meskipun jumlah kasus infeksi virus corona terus meningkat, tetapi pandemi Covid-19 semakin lama semakin hilang. Di lain sisi, ia menegaskan penyakit yang disebabkan virus tidak akan hilang dalam waktu singkat.
"Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau negara untuk mempersiapkan diri,” kata Erlina
Langkah pertama, menurut Erlina, ialah menyiapkan sarana/fasilitas pendukung di komunitas. Kedua, meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan gaya hidup masyarakat. Ketiga, meningkatkan kemampuan pemeriksaan. Keempat, meningkatkan kapasistas sistem kesehatan.
Erlina mengatakan, diagnosis Covid-19 di Indonesia sudah mulai berkembang. Belakangan, semakin banyak tempat untuk uji sampel. Saat ini, sudah ada 80 lab uji PCR. Pun sistem rujukan juga mulai terbangun untuk penanganan Covid-19.
Erlina menjelaskan, WHO telah mengeluarkan sejumlah kriteria bagi negara yang ingin menerapkan new normal atau adaptasi kehidupan baru (AKB). Pertama, ada bukti bahwa transmisi Covid-19 terkontrol. Kedua, kapasitas sistem kesehatan mampu mendeteksi, menguji, mengisolasi, dan menangani setiap kasus, serta menelusuri kontak.
Ketiga, mengurangi risiko wabah pada tempat berisiko tinggi, seperti fasilitas kesehatan, rumah lansia, dan permukiman padat. Keempat, menerapkan upaya pencegahan di tempat kerja, sekolah, dan tempat umum lainnya dengan pembatasan jarak, fasilitas cuci tangan, dan etika respirasi.
Kelima, negara dapat mengendalikan risiko penyebaran kasus imported. Keenam, negara mengedukasi masyarakat sepenuhnya serta ikut mengajak berperan dan diberdayakan dalam transisi.