REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa No 31 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Sholat Jumat dan jamaah untuk mencegah penularan wabah Covid-19.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan, pada dasarnya memang pada dasarnya sholat Jumat hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan. Untuk mencegah penularan wabah Covid-19 maka penyelenggaraan sholat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf.
Sementera itu, jika jamaah sholat Jumat tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh dilakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan sholat Jumat berbilang), dengan menyelenggarakan sholat Jumat di tempat lainnya seperti mushala, aula, gedung pertemuan, gedung olah raga, dan stadion.
Sementara itu, jika masih dalam fatwa yang sama, dijelaskan tentang opsional pelaksanaan sholat Jumat. Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah sholat Jumat dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan sholat Jumat, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan sholat Jumat sebagai berikut:
Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan sholat Jumat di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan sholat Jumat dengan model shift, dan pelaksanaan sholat Jumat dengan model shift hukumnya sah.
Pendapat Kedua, jamaah melaksanakan sholat Zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan sholat Jumat dengan model shift hukumnya tidak sah.
“Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing,” tulis fatwa tersebut.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh, kepada Republika, Kamis (4/6), menjelaskan fatwa ini dikeluarkan setelah dilakukan pembahasan maraton tiga hari tiga malam. Komisi Fatwa rampungkan fatwa terkait penyelenggaraan sholat jumat dan jamaah untuk mencegah penularan wabah covid, setelah dilakukan muthalaah dan pembahasan marathon tiga hari tiga malam.
“Kesimpulannya jika tidak memungkinkan menggelar sholat Jumat di banyak tempat dalam satu waktu, maka opsional merujuk satu dari dua pendapat dalam fatwa itu, maknanya, dua-duanya mempunyai rujukan dalil dan sah,” tutur dia.
Berikut isi lengkap Fatwa MUI Fatwa No 31 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Sholat Jumat dan jamaah untuk mencegah penularan wabah Covid-19:
I. KETENTUAN HUKUM
A. Perenggangan Saf Saat Berjamaah
1. Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada sholat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah.
2. Sholat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah.
3. Untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat sholat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, sholatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah.
B. Pelaksanaan Sholat Jumat
1. Pada dasarnya sholat Jumat hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan.
2. Untuk mencegah penularan wabah Covid-19 maka penyelenggaraan sholat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf.
3. Jika jamaah sholat Jumat tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh dilakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan sholat Jumat berbilang), dengan menyelenggarakan sholat Jumat di tempat lainnya seperti mushalla, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.
4. Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah sholat Jumat dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan sholat Jumat, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan sholat Jumat sebagai berikut:
a. Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan sholat Jumat di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan sholat Jumat dengan model shift, dan pelaksanaan sholat Jumat dengan model shift hukumnya sah.
b. Pendapat Kedua, jamaah melaksanakan sholat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan sholat Jumat dengan model shift hukumnya tidak sah.
Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.
C. Penggunaan Masker Saat Sholat
1. Menggunakan masker yang menutup hidung saat sholat hukumnya boleh dan sholatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat sholat.
2. Menutup mulut saat sholat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar’iyyah. Karena itu, sholat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh.
II. REKOMENDASI
1. Pelaksanaan sholat Jumat dan jamaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudlu dari rumah, dan menjaga jarak aman.
2. Perlu memperpendek pelaksanaan khutbah Jumat dan memilih bacaan surat Alqurn yang pendek saat sholat.
3. Jamaah yang sedang sakit dianjurkan sholat di kediaman masing-masing.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 12 Syawal 1441 H/4 Juni 2020 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA KOMISI FATWA
Ketua PROF DR H HASANUDDIN AF Ketua
Sekretaris DR HM ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA
Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
KH MUHYIDDIN JUNAEDI, MA Wakil Ketua Umum
DR H ANWAR ABBAS, MM, MAg Sekretaris Jenderal