REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah segera membayar dana kompensasi kepada PLN dan Pertamina sebesar Rp 90,42 triliun. Dana kompensasi ini merupakan kewajiban pemerintah setelah melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak terkait program pemulihan ekonomi dampak Covid-19.
“Kami tidak mengklaim kompensasi Pertamina dan PLN sebagai bagian dari pemulihan ekonomi nasional. Itu kewajiban pemerintah yang harus dibayar,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan pers daring di Jakarta, Kamis (4/6).
Menurut dia, kompensasi itu masuk dalam komponen belanja negara sebagai bentuk dukungan pemerintah kepada BUMN dalam APBN 2020. Adapun rinciannya adalah Pertamina mendapatkan kompensasi sebesar Rp45 triliun terdiri dari kompensasi dalam Perpres No 54 tahun 2020 sebesar Rp 7,17 triliun dan kompnesasi dalam dukungan tambahan sebesar Rp 37,83 triliun.
Sedangkan PLN, mendapatkan kompensasi sebesar Rp 45,42 triliun terdiri dari kompensasi dalam Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp 7,17 triliun dan kompensasi dalam dukungan tambahan sebesar Rp 38,25 triliun.
Untuk PLN, diusulkan akan dibayar kompensasinya secara penuh dan Pertamina dibayar 50 persen tahun ini dan sisanya diangsur hingga tahun 2022. “Kompensasi itu ketika realitanya mungkin lebih tinggi dari yang ditetapkan dari UU APBN,” katanya.
Febrio menyebut selama bertahun-tahun pemerintah belum membayar kompensasi kepada dua BUMN tersebut karena masih dianggap mampu menanggung beban. Namun di sisi lain keduanya juga perlu didukung karena menyangkut posisi mereka sebagai perusahaan global.
“Ketika dia berada di pasar global, ia menjadi representasi pemerintah juga, dia ada peran sovereign, jika kondisi keuangan tidak baik, itu menjadi contingency liability bagi pemerintah sehingga pemerintah memasukkan itu sebagai bagian pertimbangan,” katanya.