REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan (JPU Kejati Sumsel) membedakan tuntutan terhadap tiga terdakwa mafia kasus peredaran 50 kilogram narkotika jenis sabu dan ekstasi yang diciduk Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumsel.
Tuntutan dibacakan oleh JPU Kejati Sumsel Imam Murtadlo kepada tiga terdakwa masing-masing Juni Muldianto (30 tahun), Riyanto (29) dan Juanda (27) pada persidangan tele konferensi di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Palembang, Kamis (4/5).
"Menuntut agar dua terdakwa yakni Juni Muldianto dan Riyanto (satu berkas) sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika masing-masing dengan hukuman pidana mati, untuk terdakwa Juanda (berkas berbeda) dituntut pidana seumur hidup," ujar Imam membacakan tuntutan sekaligus.
Pada persidangan yang dipimpin hakim ketua Abu Hanifah tersebut, JPU menilai ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi lima gram.
Namun saat persidangan telekonfrensi itu, hakim Abu Hanifah sempat mengulang singkat tuntutan yang dibacakan oleh JPU dari kantor Kejati Sumsel, ia menyebut dengan lantang bahwa ketiga terdakwa dituntut pidana mati. "Kalian bertiga (terdakwa) sudah dengar ya? Kalian dituntut dengan hukuman mati," kata Abu Hanifah.
Pengulangan tersebut sesuai dengan berkas yang diterima majelis hakim bahwa tiga terdakwa yang didampingi Pos Bantuan Hukum (Posbankum) PN Palembang memang dituntut hukuman mati.
Sementara adanya perbedaan tuntutan tersebut karena barang bukti yang diamankan dari tangan Juanda berdasarkan keterangan saksi disebut berbeda jumlahnya sebagaimana dalam dakwaan JPU.
"Barang bukti narkotika khusus terdakwa Juanda bukan yang ada didalam dakwaan tapi hanya beberapa kilo saja, tuntutannya sudah diserahkan ke Kejagung dan hasilnya kita tuntut seperti itu (seumur hidup), beda dengan terdakwa lainnya," kata Kasi Narkotika Kejati Sumsel, Amanda saat dikonfirmasi.
Sementara atas tuntutan berbeda itu ketiganya mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang akan dibacakan pada Kamis (11/6). "Kami meminta waktu satu pekan untuk mempersiapkan pembelaan atas tuntutan JPU tadi secara tulisan dan lisan oleh terdakwa," kata penasehat hukum (PH) terdakwa Pos Bantuan Hukum (Posbankum) PN Palembang, Eka Sulastri didampingi PH lainnya, Azrianti.
BNPP menangkap ketiganya pada Desember 2019, bermula saat Juni yang merupakan warga Indragiri Hilir Riau berhasil mengantarkan enam kilogram sabu dari bandar bernama Ucok (DPO) kepada terdakwa Juanda pada November 2019.
Kemudian Juni mengantarkan puluhan kilogram sabu serta puluhan ribu ekstasi untuk kedua kalinya kepada pemesan yang berada di wilayah Betung Musi Banyuasin, dari Tembilahan Riau atas perintah Ucok lagi.
Juni lalu bertemu terdakwa Riyanto yang juga warga Riau dan langsung memasukan puluhan kilogram sabu serta ekstasi ke dalam mobil yang dibawa terdakwa Juni, keduanya lalu menuju Sekayu untuk menemui para penerima paket sabu sesuai instruksi Ucok.
Namun sesampainya di Jalan Lintas Sumatera Palembang-Sekayu, BNNP Sumsel berpakaian sipil berhasil menghentikan mobil keduanya di pinggir jalan dan langsung menyergap keduanya.
Dari penangkapan tersebut, BNNP menemukan barang bukti lima buah tas di kursi belakang mobil, berisi 37 bungkus narkotika terdiri dari 13,6 kilogram pil ekstasi, dan 36,3 kilogram sabu dengan berat keseluruhan hampir 50 kilogram.
Tidak berselang lama, BNNP dibantu tim Bea Cukai juga berhasil menangkap terdakwa Juanda saat bersembunyi di sebuah penginapan di Kota Palembang. Dalam pengakuan para terdakwa, barang haram tersebut akan diedarkan ke wilayah Sekayu, Penukal Abab Lematang Ilir, dan Palembang saat malam pergantian tahun.