REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) mengaku terpaksa menunda pembangunan Kilang Bontang. Keputusan ini diambil selain karena ditinggal partner sebelumnya, OOG, perusahaan migas asal Oman, juga karena perusahaan ingin melihat supply and demand.
Direktur Mega Proyek dan Petrokimia Pertamina, Ignatius Talullembang menjelaskan, Pertamina akan lebih fokus ke pembangunan atau pengembangan kilang yang masih aktif (existing) serta pengerjaan proyek yang sudah ada persiapan kegiatan fisik. Untuk itu, manajemen batal melakukan tahapan pembangunan kilang Bontang. Sebab, kilang tersebut memang merupakan fasilitas baru sehingga persiapannya dimulai dari nol.
"Bontang sudah ada Keputusan Menteri (Kepmen) juga tetap di dalam list. Namun, fokus prioritas yang sifatnya upgrading," kata Tallulembang, Jumat (5/6).
Selain itu Pertamina juga masih menunggu data terbaru tentang besaran supply and demand minyak ke depan sebelum kembali melanjutkan rencana pembangunan kilang Bontang. "Kami lihat perkembangan selanjutnya, kebutuhan supply demand seperti apa. Ketika sudah clear baru nanti kita bicara dengan stakeholder lagi jadi lihat perkembangan selanjutnya," kata Tallulembang.
Kilang Bontang sebelumnya adalah bagian dari enam mega proyek Pertamina yang terdiri dari empat pengembangan kilang existing yakni Refinery Development Master Plan (RDMP) serta dua kilang baru Grass Root Refinery (GRR) Tuban dan Bontang. Bahkan Pertamina sempat menggandeng mitra untuk membangun yakni Overseas Oil and Gas LLC (OOG) asal Oman yang telah menandatangani perjanjian Framework Agreement pada 2018. Hanya saja berdasarkan dokumen tentang rencana pembangunan kilang, masa Framework Agreement telah habis pada 2019.