Jumat 05 Jun 2020 17:31 WIB

Tenaga Medis di AS Ikut Demonstrasi Anti-Rasisme

Seratus tenaga medis di New York ikut unjuk rasa menuntut kematian George Floyd

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
Seratus tenaga medis di New York ikut unjuk rasa menuntut kematian George Floyd. Ilustrasi.
Foto: AP
Seratus tenaga medis di New York ikut unjuk rasa menuntut kematian George Floyd. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Tenaga medis di New York, Amerika Serikat (AS) ambil bagian dalam aksi protes mengecam tindakan rasisme. Aksi ini terjadi secara luas di seluruh wilayah Negeri Paman Sam selama satu pekan terakhir pascakematian pria keturunan Afrika bernama George Floyd.

Dalam demonstrasi yang digelar di Manhattan pada Kamis (4/6) kemarin, mereka menuntut dan mengecam pemisahan rasial dalam sistem kesehatan masyarakat. Dengan mengenakan masker, sarung tangan, serta alat pelindung diri lainnya secara lengkap, sekitar 100 pekerja medis terlihat berjalan keluar dari Rumah Sakit Bellevue.

Baca Juga

Mereka berpartisipasi dalam aksi protes menentang rasisme struktural di Amerika. Para tenaga medis ini memegang papan bertuliskan 'Perawatan kesehatan untuk semua' dan 'Rasisme membunuh pasien'.

"Kami mengambil sumpah untuk melayani semua masyarakat, kami mengambil sumpah untuk melindungi kesehatan masyarakat, dan saat ini penggunaan kekuatan yang berlebihan dan kebrutalan polisi adalah darurat kesehatan masyarakat," kata Kamini Doobay, salah satu petugas medis yang berpartisipasi dalam demonstrasi dikutip Al Arabiya, Jumat (5/6).

Para petugas medis yang terdiri dari dokter dan perawat tersebut juga melakukan adegan berlutut selama delapan menit 46 detik saat melakukan demonstrasi. Ini adalah sebuah tindakan yang mencerminkan apa yang terjadi dalam insiden kematian Floyd. Pria berusia 46 tahun itu harus kehilangan nyawa setelah petugas polisi menahan bagian leher dan badannya selama delapan menit.

Doobay, seorang dokter yang bertugas di Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Bellevue, adalah salah satu penyelenggara aksi yang melibatkan enam rumah sakit di seluruh New York. Seorang perawat bernama Billy Jean mengatakan sebagai profesional medis yang saat ini berjuang melawan infeksi Covid-19, tekadnya untuk terus memerangi virus rasisme tetap membara.

Wabah Covid-19 tercatat telah menewaskan sekitar 21 ribu warga New York dan sangat berdampak pada komunitas minoritas, termasuk warga Afrika-Amerika. Hampir 23 persen dari orang-orang yang telah meninggal di seluruh AS adalah warga berkulit hitam, menurut angka resmi, meskipun mereka hanya 13,4 persen dari populasi.

Di New York, anggota komunitas kulit hitam meninggal dua kali lipat dari jumlah orang kulit putih. Profesional kesehatan mengatakan kurangnya perawatan universal berarti kelompok yang kurang mampu tidak menerima fasilitas yang tersedia bagi mereka yang lebih kaya.

“Kami melihat pasien kulit berwarna meninggal secara tidak proporsional akibat penyakit kronis, tidak mendapatkan tindak lanjut yang tepat, dan tentu saja kami melihat kekerasan mematikan yang mengganggu komunitas ini,” kata Damilola Idowu, seorang dokter berusia 28 tahun.

"Pria kulit hitam datang dengan luka tembak dan tentu saja efek kebrutalan polisi pada pasien kami, kami melihat semua itu," jelas Idowu.

Pada Selasa (2/6) lalu, puluhan dokter dan perawat dari Rumah Sakit Mount Sinai New York turun ke jalan. Mereka turun ke jalan untuk memberi tepuk tangan kepada ribuan pengunjuk rasa yang berbaris di Fifth Avenue.

Protes spontan serupa telah terjadi di luar rumah sakit lain di AS. Termasuk Texas Medical Center di Houston dan Howard University Hospital di Ibu Kota Washington.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement