Sabtu 06 Jun 2020 04:31 WIB

Bukti-Bukti Arkeologi Banjir Dahsyat di Zaman Nabi Nuh

Banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh memusnahkan peradaban Sumeria.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Bukti-Bukti Arkeologi Banjir Dahsyat di Zaman Nabi Nuh
Foto: wikipedia
Bukti-Bukti Arkeologi Banjir Dahsyat di Zaman Nabi Nuh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah Nabi Nuh AS beserta pengikutnya yang laknat menguak banyak rahasia di balik kisah banjir bandang yang menenggelamkan pengikutnya. Berbagai upaya akademik arkeologi pun tak henti-hentinya menelusuri fakta ilmiah dari sejarah yang ada.

Berbagai usaha penggalian telah dilakukan dalam rangka mencari pembuktian arkeologi peristiwa banjir bandang yang pernah terjadi itu. Kini, para arkeolog memetakan lokasi ilmiah penenggelaman itu di wilayah Irak.

Baca Juga

Berdasarkan buku Ensiklopedia Peradaban Islam Baghdad karya Muhammad Syafii Antonio dijelaskan, dalam penggalian arkeologi ditemukan jejak-jejak yang menunjukkan benar adanya telah terjadi sebuah banjir besar yang sangat dahsyat. Saking dahsyatnya, banjir tersebut sampai menghancurkan peradaban manusia.

Jejak-jejak banjir dahsyat itu di antaranya ditemukan di sisa-sisa empat kota kuno peninggalan orang-orang Sumeria. Antara lain Kota Ur, Erech, Kish, dan Shuruppak. Adapun orang pertama yang melakukan penggalian di bekas-bekas peninggalan bangsa Sumeria adalah RH Hall dari The British Museum.

Usaha Hall dalam penelitian arkeologi ini di kemudian hari dilanjutkan oleh Sir Leonard Woolley yang menjadi pengawas penggalian yang secara kolektif diorganisasi oleh The British Museum dan University of Pennsylvania. Penggalian-penggalian yang dilakukan oleh Woolley ini berlangsung pada kurun 1922 hingga 1934.

Dari sanalah kebenaran adanya jejak sejarah tentang peradaban yang pernah musnah akibat banjir dahsyat ditemukan. Awalnya, Sir Woolley mengambil lokasi penggalian di tengah-tengah padang pasir antara Baghdad dengan Teluk Persia.

Kemudian, lokasi penggalian pertama dilakukan di Kota Ur. Di lokasi penggalian inilah Sir Woolley berhasil menemukan sisa-sisa pemakaman raja-raja Ur. Ciri-ciri ditemukannya pemakaman raja-raja Ur dilakukan dengan cara yang luar biasa, yakni ditemukannya peti-peti harta benda yang sangat banyak dengan dipenuhi piala-piala yang mahal, kendi, vas, hingga barang pecah-belah yang terbuat dari perunggu.

Tak hanya perunggu, benda-benda tersebut juga dilapisi dengan lapisan lazuli dan perak yang mengelilingi tubuh-tubuh jenazah yang telah terbentuk menjadi debu. Selain itu, barang-barang semacam kecapi dan lyre juga disandarkan di dinding-dinding pemakaman.

Sir Woolley melakukan penggalian hingga pada lapisan dasar yang mengandung pasir murni. Awalnya dia berpikir pasir tersebut adalah batas penggalian yang terakhir. Namun dia memutuskan untuk menggali lapisan tersebut dan membuat lubang yang lebih dalam lagi.

Semakin dalam dia menggali menuju dasar, yang dia temukan rupanya hanyalah lumpur. Namun, pada jarak kedalaman 10 kaki, lapisan lumpur itu mulai menghilang. Di bawah deposit tanah liat yang tebalnya sekitar 10 kaki, mereka menemukan bukti baru kehidupan manusia.

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan inilah, Sir Woolley mengambil kesimpulan di wilayah tersebut pernah terjadi banjir yang teramat dahsyat. Sebab deposit tanah liat dalam jumlah yang sangat besar ditemukan di bawah bukit Kota Ur yang telah memisahkan dua periode kehidupan manusia.

Samudra juga telah meninggalkan jejak-jejak yang tidak bisa dipungkiri dalam bentuk sisa-sisa organisme laut yang melekat dan tersimpan dalam lumpur. Melalui analisis dengan menggunakan mikroskop, terungkap terkumpulnya deposit tanah liat dalam jumlah yang sangat besar itu disebabkan oleh banjir yang begitu besar yang memusnahkan peradaban Sumeria.

Melihat tahun kejadiannya, dapat disimpulkan banjir tersebut merupakan peninggalan banjir pada masa Nabi Nuh AS. Sungguh benar kiranya Allah SWT mengabadikan kisah banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh dalam Alquran.

Allah SWT berfirman: “Wa qauma Nuhin lamma kadzzabu arrusula agraqnahum wa ja’alnahum linnasi ayatan. Wa a’tadna lizholimina adzaban aliman,”. Yang artinya: “Dan (telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah menyediakan bagi orang-orang yang zhalim itu azab yang pedih,”.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement