Sabtu 06 Jun 2020 22:32 WIB

Pemain Kulit Hitam Minta Sanksi Aksi Rasial Ditingkatkan

Di pentas olahraga, terutama sepak bola, isu rasial bukanlah barang baru.

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Seorang wanita memegang papan dengan tulisan ‘Rasisme Juga Merupakan Pandemi’ saat melaksanakan aksi demonstrasi di Rotterdam, Belanda, Selasa (2/6). Demonstrasi itu untuk memprotes pembunuhan George Floyd baru-baru ini, kekerasan polisi dan rasisme yang dilembagakan
Foto: AP
Seorang wanita memegang papan dengan tulisan ‘Rasisme Juga Merupakan Pandemi’ saat melaksanakan aksi demonstrasi di Rotterdam, Belanda, Selasa (2/6). Demonstrasi itu untuk memprotes pembunuhan George Floyd baru-baru ini, kekerasan polisi dan rasisme yang dilembagakan

REPUBLIKA.CO.ID, GLASGOW -- Penyerang Glasgow Rangers, Jermaine Defoe, menilai, sanksi terhadap aksi-aksi rasial di pentas sepak bola harus diperberat. Selain dapat menghadirkan efek jera terhadap para pelaku, sanksi ini diharapkan bisa memberikan edukasi terkait isu kesetaraan rasial di pentas sepak bola.

Kematian pria kulit hitam, George Floyd, akibat tindakan kekerasan aparat kepolisian Minneapolis, pada akhir bulan lalu, telah memicu berbagai protes soal perbedaan perlakuan terhadap warga kulit hitam di Amerika Serikat. 

Tidak hanya di Amerika Serikat, berbagai protes soal perbedaan perlakuan berdasarkan ras dan solidaritas terhadap Floyd pun menyebar di berbagai kota besar di dunia dan dari berbagai bidang, termasuk dari dunia olahraga

Di pentas olahraga, terutama di sepak bola, isu rasial bukanlah isu yang baru. Selama ini, badan otoritas sepak bola, seperti UEFA ataupun FIFA, terus menggalakan kampanye anti rasisme. 

Pun dengan seperangkat sanksi terhadap pihak-pihak yang melakukan aksi bernada sentimen terhadap ras tertentu, terutama para pemain berkulit hitam.

Sebagai contoh, sorakan bernada rasial para pendukung timnas Montenegro terhadap pemain Inggris di babak kualifikasi Piala Eropa 2020 berujung pada sanksi denda terhadap Federasi Sepak Bola Montenegro. Selain itu, timnas Montenegro juga dilarang tampil di depan pendukung sendirinya dalam sejumlah laga internasional.

Namun, seperangkat sanksi ini dianggap belum cukup memberikan efek jera. Defoe menilai, sanksi yang ringan terhadap aksi-aksi tersebut cenderung membuat perilaku tersebut akan kembali muncul pada kemudian hari. 

''Orang akan berpikir, hal itu boleh terus dilakukan. Ini sudah 2020, bukan lagi dekade 60an. Aksi-aksi bernuansa rasial seharusnya sudah tidak ada lagi. Masyarakat perlu diedukasi lagi, dan sanksi harus lebih berat,'' kata pemain kulit hitam berkebangsaan Inggris ini kepada Sky Sports, Sabtu (6/6).

Penyerang berusia 37 tahun itu pun mengungkapkan pernah diperlakukan secara tidak adil, yang diduga kuat berdasarkan warna kulitnya. 

Eks penyerang Tottenham Hotspur itu pernah diberhentikan polisi saat berkendara menuju Sussex pada beberapa tahun lalu. Saat itu, Defoe dianggap melakukan pelanggaran. 

Akhirnya, setelah ditahan selama satu malam, Defoe kembali dibebaskan. 

''Ternyata, ada kesalahan dalam sistem komputer mereka. Namun, pengalaman itu cukup membekas lantaran membawa memori yang buruk buat saya,'' tutur mantan penyerang timnas Inggris ini. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement