Ahad 07 Jun 2020 02:18 WIB

Pendidikan Gotong Royong Bisa Jadi Solusi di Tengah Covid-19

Pihak kampus juga diminta tidak menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Siswa sekolah menengah pertama di Bandung, Rakean Ahmad, mengikuti proses belajar jarak jauh yang ditayangkan Stasiun Televisi Republika Indonesia (TVRI) di Bandung, Senin (13/4). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan program Belajar dari Rumah sebagai alternatif belajar di tengah pandemi Covid-19
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Siswa sekolah menengah pertama di Bandung, Rakean Ahmad, mengikuti proses belajar jarak jauh yang ditayangkan Stasiun Televisi Republika Indonesia (TVRI) di Bandung, Senin (13/4). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan program Belajar dari Rumah sebagai alternatif belajar di tengah pandemi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pemerintah dan swasta, agar tidak hanya fokus pada sektor kesehatan dan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Dimas meminta agar sektor pendidikan juga diberikan perhatian yang sama agar Indonesia tidak mengalami kemunduran generasi sebagai suatu bangsa. Ia mengusulkan konsep pendidikan gotong-royong.

Sektor pendidikan, menurut dia, justru sangat utama diselamatkan, terkait kualitas dan kelangsungan suatu bangsa yang produktif dan kompetitif. Dampak Covid-19 di bidang pendidikan tak kalah penting dengan dampaknya di bidang kesehatan dan ekonomi.

Bangsa ini, baik tingkat pendidikan dasar menengah sampai pendidikan tinggi, jangan sampai tertinggal akibat tidak mampu beradaptasi selama pandemi. "Saya yakin kita bisa melakukan sesuatu. Intinya publik harus lebih peduli, partisipatif dan pendidikan harus menjadi isu bersama untuk diperhatikan," kata Dimas dalam rilisnya, Sabtu (6/6).

Pakar gerakan sosial lulusan University of Glasgow, Inggris, dan University of New South Wales (UNSW) Sydney, Australua ini mengakui masalah pendidikan memiliki aspek kompleksitas yang tinggi. Isu ini erat kaitannya dengan perhatian dan kemaslahatan masyarakat banyak.

Karena itu upaya pencarian solusinya juga mesti melibatkan dan menggalang berbagai institusi, lintas sektoral dan kolaborasi antar lembaga, termasuk keterlibatan swasta dan organisasi masyarakat.

Penggagas sekolah kepemimpinan anak muda Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) ini mencetuskan konsep "Pendidikan Gotong Royong" dalam mengelola dan menjaga kualitas pendidikan terlebih di masa pandemi dan krisis. Konsep Pendidikan Gotong Royong yang dimaksud adalah sinergi antara penyelenggara pendidikan, otoritas kebijakan atau pemerintah, baik pusat maupun daerah, kalangan swasta atau masyarakat ekonomi secara luas, masyarakat sipil, sampai unit terkecil, keluarga dan individu warga secara khusus, dalam memastikan kegiatan belajar mengajar berlangsung baik.

"Jadi konsepnya besarnya masyarakat harus peduli, resah dan karenanya ikhtiar mencari solusi bersama untuk masalah bersama. Negara harus memimpin dan melakukan penggalangan terhadap Pendidikan Gotong-Royong ini. Aspek pendidikan anak bangsa jangan sampai menurun dan terdestruksi gara-gara berbagai persoalan dan hambatan yang terjadi, di masa pandemi dan krisis," ujar Dimas.

Kalangan yang mampu secara sosial ekonomi, baik institusi negara, BUMN atau swasta, maupun keluarga atau individu, harus membantu kalangan kurang mampu, baik itu peserta didiknya, para pengajar atau pihak sekolah, bisa itu sekolah umum, swasta bahkan pesantren, termasuk pula membantu kelancaran dan kualitas proses belajar-mengajarnya itu sendiri.

Hal itu meliputi pula bantuan di bidang penjagaan kesehatan, aspek sosial, ekonomi, teknologi seperti akses internet dan perangkat IT yang dibutuhkan agar proses pendidikan berjalan baik. "Termasuk semangat atau psikologis anak-anak peserta didik, kapasitas dan kebugaran para pengajar, serta kualitas pengajarannya itu sendiri, dan berbagai aspek pendukung secara luas," ujar Dimas yang juga anggota Tim Asistensi di Kementerian Koordinator Perekonomian ini.

Dalam konteks sosial, misalnya di tingkat mahasiswa, Dimas mencontohkan peran serta dan kesadaran masyarakat khususnya yang memiliki tempat kos. Mereka diharapkan tidak menaikkan uang kos terhadap mahasiswa yang keluarganya terdampak krisis ekonomi akibat pandemi.

Pihak kampus juga diminta tidak menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di saat ekonomi sulit atau khususnya diperuntukkan bagi mahasiswa yang terdampak krisis. Sementara pemerintah dan institusi negara seperti legislatif, lanjutnya, dapat melakukan berbagai upaya dukungan yang lebih luas tentunya.

Antara lain, berkoordinasi dengan berbagai lembaga yang peduli, BUMN, pemerintah daerah, korporasi, menyediakan akses wifi gratis dan berkualitas di area publik yang bisa dijangkau peserta didik, terutama yang tinggal di daerah pelosok, di masa kenormalan baru.

Dimas pun menyinggung terkait kegiatan tatap muka jika nanti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah berakhir. Menurutnya, kegiatan belajar-mengajar tatap muka harus dipertimbangkan untuk dilaksanakan. Namun dengan kehati-hatian penuh serta mengikuti protokol keselamatan.

Masalah lain adalah perguruan tinggi swasta yang keberlangsungan dan operasionalnya tergantung dari ketersediaan uang kuliah mahasiswanya. Jika aktivitas perkuliahan tidak berjalan lancar sampai Desember, dia mengusulkan pemerintah membuat gebrakan bantuan agar kampus-kampus penyelenggara pendidikan dapat bertahan.

"Antara lain dengan membuka opsi pinjaman dari bank dengan bunga rendah  terhadap perguruan tinggi swasta termasuk madrasah dan pesantren," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement