REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berjuang melawan rasisme sistemik bukan sesuatu yang dapat dilakukan sendiri. Ketika protes di seluruh dunia dan protes publik atas kematian George Floyd berlanjut, Paul McCartney merefleksikan pentingnya berkumpul bersama untuk menciptakan perubahan.
“Ketika kita terus melihat protes dan demonstrasi di seluruh dunia, saya tahu banyak dari kita ingin tahu apa yang bisa kita lakukan untuk membantu. Tidak ada dari kita yang memiliki semua jawaban dan tidak ada perbaikan cepat, tetapi kita perlu perubahan,” kata legenda musik berusia 77 tahun itu dilansir di People.com, Ahad (7/6).
Dia menulis pendapatnya di akun Twitter pribadinya. McCartney mengungkapkan bahwa selama perjalanan konser ke Amerika Serikat (AS) pada 1964, The Beatles dijadwalkan memainkan pertunjukan terpisah. Namun, band itu menolak.
“Pada 1964, The Beatles akan bermain sebagai Jacksonville di AS dan kami mengetahui akan ada pemisahan penonton. Rasanya salah. Kami mengatakan, 'Kami tidak melakukan itu!' dan konser yang kami lakukan adalah untuk penonton non-segregasi pertama mereka. Kami kemudian memastikan ini ada dalam kontrak kami. Bagi kami, itu sepertinya masuk akal,” tutur dia.
Memperhatikan betapa sedikit yang berubah di dunia sejak itu, McCartney menegaskan bahwa diam adalah penghalang bagi keadilan. Dia mengatakan, semua orang mendukung dan berdiri bersama orang-orang yang turun ke jalanan.
Dia menginginkan keadilan bagi keluarga mendiang George Floyd, serta orang-orang yang meninggal dan menderita karena rasisme. McCartney membagikan daftar organisasi yang telah memperjuangkan keadilan rasial: 'Black Lives Matter', 'Color of Change', 'the NAACP', 'Stand Up to Racism', 'Campaign Zero', dan 'Community Justice Exchange'.