REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan ada sejumlah opsi alternatif terkait besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang akan ditetapkan ke dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang saat ini tengah disusun oleh Komisi II DPR. Alternatif pertama, yaitu ambang batas parlemen sebesar 7 persen dan berlaku nasional.
Saan mengungkapkan alternatif tersebut didukung oleh Partai Nasdem dan Partai Golkar. "Jadi 7 persen itu partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR, dan berlaku nasional," kata Saan dalam diskusi daring, Ahad (7/6).
"Jadi, kalau misalnya di nasional yang lolos 7 persen threshold, maka otomatis di daerah yang lolos yang partai 7 persen di nasional tersebut," kata Saan.
Alternatif kedua, yaitu ambang batas parlemen nasional sebesar 5 persen dan berjenjang. Saan menjelaskan berjenjang yang dimaksud yaitu 5 persen untuk DPR, 4 persen untuk DPRD provinsi, dan 3 persen untuk DPRD kabupaten dan kota.
"Kalau 7 persen tadi Nasdem dan Golkar. alternatif kedua itu (didukung) PDIP," kata politikus Partai Nasdem tersebut.
Alternatif ketiga, yaitu adanya usulan agar ambang batas nasional sebesar 4 persen. Alternatif ini didukung oleh sejumlah partai seperti PAN, PKS, PPP, dan Demokrat.
Sementara Partai Gerindra belum menyatakan sikap terkait tiga alternatif tersebut. "Ini tiga alternatif yang ada di komisi II. Kalau kita lihat range untuk parliamentary threshold 4-7 persen. Tentu ketika pembahasan akan ada dinamika, nanti tentu saya yakin akan ada titik temu, di mana titik temunya nanti akan kita lihat," ungkapnya.
Saan menuturkan Komisi II dan Badan Keahlian DPR telah menggelar pertemuan untuk menyusun draft RUU Pemilu pada 6 Mei 2020 lalu. Fraksi-fraksi di Komisi II juga telah diminta untuk menyerahkan pandangan mini fraksi paling lambat besok, 8 Juni 2020 untuk dikirimkan kembali ke komisi II sebelum diharmonisasikan ke badan legislasi (baleg) DPR.
"RUU Pemilu ini penting kenapa dibahas lebh awal, dengan satu harapan kita ingin selesai di akhir 2020, kalaupun telat kita ingin di awal 2021 ini sudah selesai," tutur Saan.