Senin 08 Jun 2020 00:43 WIB

Anggota DPR: Rekap Elektronik akan Diatur dalam RUU Pemilu

Rekap elektronik itu merupakan bagian dari upaya modernisasi pelaksanaan Pemilu.

Pencoblosan pemilu (ilustrasi). Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akan memasukan aturan mengenai penggunaan teknologi informasi khususnya terkait rekap elektronik atau e-rekap.
Foto: republika
Pencoblosan pemilu (ilustrasi). Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akan memasukan aturan mengenai penggunaan teknologi informasi khususnya terkait rekap elektronik atau e-rekap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akan memasukan aturan mengenai penggunaan teknologi informasi khususnya terkait rekap elektronik atau e-rekap. "Jadi misalnya mengenai rekapitulasi elektronik, sebagian besar ingin dimasukkan dalam RUU Pemilu," kata Saan dalam diskusi virtual bertajuk "Kemana Arah RUU Pemilu" di Jakarta, Ahad (7/6).

Dia mengatakan penggunaan rekap elektronik itu merupakan bagian dari upaya modernisasi pelaksanaan Pemilu ke depan yaitu memasukkan poin teknologi informasi dalam draf RUU Pemilu. Dengan demikian, diharapkan memperbaiki kualitas pelaksanaan pemilu dan demokrasi Indonesia.

Baca Juga

Sekretaris Fraksi Partai NasDem itu juga menjelaskan Komisi II DPR sebenarnya ingin agar RUU Pemilu satu paket dengan UU Partai Politik, dan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) namun belum dapat terlaksana. "Namun kami baru memasukkan terkait pilkada. Saya perlu sampaikan bahwa sebagian besar fraksi ingin pilkada dilakukan normalisasi kembali. Misalnya 2020 tetap pilkada nanti 2025 pilkada lagi, 2022 ada pilkada sesuai jadwal yang ada lalu pilkada lagi di 2027," ujarnya.

Saan mengatakan misalnya dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan bukan pada 2024 melainkan pada 2027. Hal itu agar tidak ada masa jabatan dari kepala daerah yang berkurang. 

Dia menginginkan masa jabatan seluruh kepala daerah seperti gubernur, bupati/wali kota adalah 5 tahun. Selain itu, menurut dia, Komisi II DPR juga berkepentingan untuk bisa mendapatkan masukan dengan cara membuka ruang partisipasi publik guna memberikan masukan dalam pembahasan RUU Pemilu. 

Misalnya, Fraksi Nasdem sudah beberapa kali baik secara langsung sebelum pandemi Covid-19 melibatkan kelompok di luar partai. Ketika pandemi, Fraksi Nasdem juga meminta masukan dengan diskusi virtual para penggiat pemilu.

Langkah itu, menurut dia, merupakan hal penting agar UU Pemilu yang dihasilkan DPR bukan produk hukum yang eksklusif, tetapi melibatkan partisipasi publik secara masif dalam penyusunannya. Dia menilai hal itu penting karena UU Pemilu bukan hanya mengikat partai politik tetapi semua pihak untuk membangun demokrasi yang sehat dan berkualitas.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement