REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Maskapai penerbangan milik sejumlah negara Teluk, salah satunya Emirates Airlines, memperpanjang periode pengurangan gaji untuk para staf mereka hingga September 2020. Kebijakan ini diberlakukan perusahaan untuk menyimpan lebih banyak uang selama pandemi global Covid-19.
Industri penerbangan merupakan salah satu yang paling terpukul oleh pandemi Covid-19. Pandemi telah mengurangi tingkat permintaan perjalanan dan memaksa maskapai besar untuk memberhentikan staf serta mencari dana talangan dari pemerintah.
Seperti dilansir di Reuters, Senin (8/6), kepada karyawannya, Emirates mengatakan pada Ahad (7/6), perusahaan akan memperpanjang pemotongan upah tiga bulan yang akan berakhir hingga 30 September. Kebijakan ini disampaikan perusahaan melalui email internal yang dilihat Reuters.
Dalam beberapa kasus, pemotongan gaji juga akan diperdalam dengan skenario semula adalah pengurangan gaji dasar 50 persen, tulis email tersebut kepada karyawan Emirates Group. Keputusan ini dibuat setelah meninjau seluruh opsi yang memungkinkan untuk mempertahankan arus keuangan perusahaan.
Emirates Group, milik pemerintahan Dubai tersebut mempekerjakan 105 ribu orang per Maret, termasuk maskapai penerbangan. Sampai saat ini, perusahaan belum menanggapi permintaan komentar melalui email.
Sebelumnya, Emirates telah mengurangi upah dasar karyawan 25 hingga 50 persen selama tiga bulan sejak April, kecuali karyawan junior.
Emirate mengoperasikan layanan secara terbatas. Sebagian besarnya merupakan penerbangan keluar dari Uni Emirat Arab yang maskapai itu batasi sejak penerbangan penumpang dihentikan sejak Maret.
Mereka akan memulai kembali beberapa penerbangan di penghujung bulan ini. Pekan lalu, UEA mencabut penangguhan layanan, di mana penumpang dapat berhenti di negara tersebut untuk melakukan perubahan rencana atau pesawat melakukan pengisian bahan bakar.
Seperti maskapai lain, Emirat telah memecat staf karena dampak pandemi terhadap bisnis. Rekan mereka, Qatar Airways, mengatakan, mereka dapat memberhentikan hingga 20 persen dari jumlah karyawan akibat tekanan yang ada sampai sekarang.