Senin 08 Jun 2020 15:40 WIB

Harga Gula di Pasar Belum Normal, Ini Penjelasan Kemendag

Belum turunnya harga gula karena distribusi yang belum normal pascalebaran

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Hiru Muhammad
Seorang pedagang menunjukkan gula pasir pasokan dari Bulog yang dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) saat Operasi Pasar Gula Pasir Bulog di Pasar Bulu, Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/5/2020). Operasi Pasar yang digelar Perum Bulog Kanwil Jateng itu untuk memastikan ketersediaan gula pasir yang dijual sesuai dengan HET yaitu Rp12
Foto: Antara/Aji Styawan
Seorang pedagang menunjukkan gula pasir pasokan dari Bulog yang dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) saat Operasi Pasar Gula Pasir Bulog di Pasar Bulu, Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/5/2020). Operasi Pasar yang digelar Perum Bulog Kanwil Jateng itu untuk memastikan ketersediaan gula pasir yang dijual sesuai dengan HET yaitu Rp12

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Harga gula pasir secara nasional masih berada di kisaran harga Rp 17 ribu  hingga  Rp 16 ribu per kilogram (kg), berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Meski telah dibuka importasi gula dan operasi pasar, pergerakan harga belum menunjukkan penurunan signifikan.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Suhanto, mengatakan, pemerintah hingga saat ini masih berupaya untuk terus menurunkan harga gula dengan menambah pasokan di pasar konsumsi.

"Kemendag masih terus melakukan upaya-upaya penambahan pasokan gula ke pasar tradisional dan ritel. Namun, proses distribusi masih belum optimal," kata Suhanto kepada Republika.co.id, Senin (8/6).

Ia menuturkan, berdasarkan laporan dinas perdagangan di seluruh Indonesia, rata-rata harga gula sebesar Rp 15.400 per kg, turun 12,99 persen dari bulan Mei. Saat ini, sebanyak 56 pasar dari total 223 pasar yang dipantau harganya sudah berkisar Rp 12.500 - Rp 14.500 per kg. Di sisi lain, Suhanto mengatakan komoditas gula menjadi salah satu bahan pangan yang menyumbang deflasi pada bulan lalu.

Karena itu, pihaknya menilai belum turunnya harga gula secara signifikan lantaran proses distribusi yang belum normal pascalebaran dua pekan yang lalu. Selain itu, ia berdalih sistem Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah terus memicu perlambatan pengiriman barang.

"Kami bersama semua stakholders terkait masih terus berkoordinasi untuk memperlancar proses distribusi gula supaya lebih cepat turun dan mencapai HET gula Rp 12.500 per kg," kata dia.

Sebagaimana diketahui, pemerintah memutuskan untuk melakukan konversi gula kristal rafinasi (GKR) menjadi gula kristal putih (GKP) pada Maret lalu sebesar 250 ribu ton. Langkah itu menjadi salah satu dari upaya pemerintah untuk mempercepat pengadaan gula lantaran terjadi kenaikan harga imbas pasokan menipis.

Sementara itu, Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Bernardi Dharmawan, menjelaskan, penugasan dari pemerintah untuk mengkonversi gula masih terus berlangsung. Para perusahaan yang tergabung dalam AGRI mendapat tugas untuk mengkonversi gula rafinasi sebanyak 235 ribu ton.

"Untuk AGRI telah direalisasikan/distribusi sekitar 83 persen," ujarnya. Adapun untuk 15 ribu ton gula rafinasi sisanya, Bernardi menjelaskan dikonversi langsung oleh PT Kebun Tebu Mas.

Di sisi lain, upaya menurunkan harga gula juga ditempuh dengan menggelontorkan izin impor. Termasuk kepada sejumlah BUMN. Di antarnya, Perum Bulog yang mendapat jatah Rp 50 ribu ton serta PT RNI (Persero) dan PT PPI (Persero) yang ditugaskan mengimpor gula 100 ribu ton pada April lalu. Kendati demikian, proses importasi gula sedikit mengalami keterlambatan lantaran adanya kebijakan lockdown di sejumlah negara produsen.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement