REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menuturkan, mulai mengalami tekanan harga gula tebu seiring dimulainya musim giling tebu pada bulani ini. APTRI menilai, tekanan harga itu salah satunya dipicu dengan masuknya importasi gula secara bersamaan.
"Sudah hancur harga, di Pulau Jawa rata-rata itu sudah Rp 10.800 per kg gula di petani, turun jauh dari pertengahan puasa sekitar Rp 12.500 per kg," kata Sekretaris Jenderal APTRI, Nur Khabsyin kepada Republika.co.id, Senin (8/6).
Khabsyin menuturkan, stok impor gula yang terus berdatangan ditambah dengan mulai diproduksinya gula tebu lokal akan membuat pasokan berlimpah. Ia pun menilai penurunan harga gula pada musim giling kali ini jauh lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya.
Padahal, musim giling tebu diperkirakan akan berlangsung dalam empat bulan ke depan. "Harga di petani masih bisa turun terus bahkan sampai patokan harga pemerintah yang saat ini sudah tidak masuk rasional," kata Khabsyin.
Sebagai informasi, harga acuan gula di tingkat petani sebesar Rp 9.100 per kg sementara di tingkat konsumen Rp 12.500 per kg. Harga tersebut sudah berlaku kurun waktu empat tahun terakhir. Ia menilai, harga itu sudah tidak sesuai dengan kondisi riil biaya produksi gula dalam negeri karena komponen biaya produksi konsisten meningkat setiap tahun.
Sesuai perhitungan APTRI, biaya pokok produksi gula berdasarkah kajian lapangan sudah menyentuh Rp 12.772 per kg. Khabsyin pun kembali mendesak pemerintah untuk mulai memperhatikan petani tebu setelah disibukkan dengan stabilitasi harga di tingkat konsumen.
"Tolong fokus untuk perlindungan petani kita sudah usulkan agar hpp gula dinaikkan karena harga acuan sudah tidak rasional," ujarnya.