REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menilai, ambang batas perncalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen, akan membatasi jumlah pasangan calon yang akan berkontestasi. Menurutnya, sebaiknya presidential threshold (PT) dihapuskan saja.
Guspardi mengatakan, jika PT sebesar 20 persen kembali diterapkan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, ia memprediksi hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon saja. Hal tersebut dinilai kurang dalam memberikan pilihan ke masyarakat.
"Jika aturan mengenai presidential threshold tidak berubah, maka pada Pilpres 2024 dimungkinkan jumlah pasangan calon yang akan diusung juga hanya dua pasang," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/6).
Koalisi antar partai yang terbentuk untuk mengusung pasangan calon juga dipastikannya akan sedikit. Karena partai tentu tak akan mengambil jalan aman agar pasangan yang didukungnya menang.
"Sebaiknya dihapuskan saja presidential threshold ini dan paling tidak partai yang lolos ke senayan seharusnya diberikan hak mengajukan calon presiden dan wakil presiden," katanya.
Piplres 2019 seharusnya menjadi pembelajaran bahwa ambang batas presiden sebesar 20 persen tak terlalu baik manfaatnya. Sebab hanya akan ada dua pasangan calon, yang membuat masyarakat menjadi terbelah.
"Jangan sampai pesta demokrasi yang seharusnya disikapi dengan kegembiraan justru menciptakan permusuhan yang berkepanjangan di antara anak bangsa," ujarnya lagi.
Berbeda jika ada lebih dari dua pasangan calon, yang membuat adanya pilihan lain bagi masyarakat. Serta, hal tersebut dinilainya lebih baik bagi negara yang menganut sistem demokrasi.
"Rakyat punya hak untuk memilih mana calon terbaik tidak perlu direkayasa kita harus seleksi dulu melalui ambang batas," ujar Guspardi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, pembahasan revisi UU Pemilu mencuat usulan terkait ambang batas presiden. Ada fraksi yang ingin 20 persen parlemen dan 25 persen dari suara yang sah, ada juga yang mengingikan presidential threshold itu berubah.
"Jadi di paling minimal 10 persen parlemen dan suara sekitar 15 persenan. Ini isu-isu yang relatif menonjol di parlemen di Komisi II," kata Saan.