REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur (Jatim) Heru Tjahjono mengungkapkan, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya Raya yang meliputi Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo hanya sampai 8 Juni, dan tidak diperpanjang. Kepastian tersebut setelah tiga kepala daerah yang bersangkutan memutuskan untuk tidak memperpanjang PSBB, pada rapat koordinasi yang diggelar di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (8/6).
"Pimpinan daerah Surabaya Raya telah mengambil langkah-langkah yang artinya bahwa PSBB tidak dilanjutkan. Bukan Provinsi lho ya (yang ambil keputusan). Gubernur dan Forkopimda hanya sebagai mediator untuk mengkoordinasikan bahwa PSBB hanya sampai 8 Juni 2020," kata Heru.
Setelah tiga kepala daerah yang bersangkutan memutuskan untuk tidak memperpanjang PSBB, lanjut Heru, maka secara otomatis Surabaya Raya akan memasuki masa transisi dari PSBB menuju era kenormalan baru. Pada rapat yang digelar, lanjut Heru, masa transisi disepakati selama 14 hari.
"Ada masa yang harus dilakukan adalah masa transisi. Masa transisinya tadi sudah diputuskan selama 14 hari," ujar Heru.
Nantinya, kata Heru, akan dibuatkan Perbup dan Perwali sebagai pengatur masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, selama masa transisi tersebut. Perbup dan Perwali tersebut baru akan didiskusikan oleh daerah yang bersangkutan pada malam ini. Kemudian pada Selasa (9/6), Perbup dan Perwali yang disusun akan kembali didiskusikan dengan Pemprov Jatim.
"Ini akan didiskusikan malam ini oleh Kota Surabaya, Kabulaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik. Besok kita ketemu untuk mem-fix-an Perwali dan Perbup tersebut dengan isi yang lebih teknis. Ruhnya adalah masa transisi," kata Heru.
Perwakilan Tim Advokasi PSBB dan Survailans FKM Unair dr. Windhu Purnomo menjelaskan, pihaknya telah melakukan kajian terkait PSBB Surabaya Raya. Berdasarkan data per 30 Mei 2020, tercatat PSBB Surabaya Raya berhasil menurunkan tingkat penularan atau rate of transmission (RT) dari 1,7 menjadi 1,1.
Artinya, walaupun dalam pengamatan masih tercatat naik-turun, secara optimistis tercatat menurun dari awal penerapan PSBB. Windhu memprediksi, jumlah kumulatif penularan Covid-19 setelah PSBB Surabaya Raya tahap III masih akan meningkat, tetapi ada harapan akan melandai di hari-hari berikutnya.
“Jika dilihat dari Rt-nya, Surabaya Raya kecenderungannya turun. Walau masih naik turun, namun optimistik menurun,” kata Windhu Purnomo.
Sedangkan, dari sisi kajian sosial dan perilaku masyarakat, lanjut Windhu, berdasarkan pantauan dari google mobility, kepatuhan masyarakat untuk anjuran stay at home secara umum di Surabaya Raya tercatat membaik. Utamanya di Kota Surabaya. Meski demikian, pada beberapa tempat masih ditemui banyak lokasi yang tidak memenuhi protokol kesehatan.
Berdasarkan survei, kata dia, tercatat 88,2 persen orang yang nongkrong di warung dan kafe masih tidak memakai masker dan 89,3 persennya tidak menerapkan physical distancing. Selain itu, 78,8 persen orang di kegiatan sosial budaya juga belum menggunakan masker dan 82 persennya tidak menerapkan physical distancing.
Menurutnya, berdasarkan data ini, penerapan protokol kesehatan harus terus ditingkatkan di berbagai sektor. Mengacu hasil tersebut, ketiga wilayah dalam perancangan Perbup dan Perwali menuju masa transisi pasca PSBB diharapkan bisa menambahkan aturan tentang kewajiban pemakaian masker maupun physical distancing.
"Penegakan aturan terkait penerapan protokol kesehatan ini tak lain demi peningkatan ketertiban masyarakat sebelum menuju New Normal Life yang ditetapkan oleh pemerintah pusat," kata Windhu.
Hingga Ahad (7/6) malam, terdapat tambahan 105 kasus baru Covid di Jatim sehingga secara keseluruhan jumlah pasien terkonfirmasi positif mencapai 5.940 orang. Kemudian, jumlah pasien sembuh 1.499 orang (25,24 persen) setelah terdapat 90 orang tambahan baru terkonversi negatif dari Covid-19.
Adapun korban meninggal dunia akibat COVID-19 di Jatim, tambahan hari ini sebanyak 19 orang. Sehingga secara keseluruhan mencapai 502 orang (8,45 persen).
Sebanyak empat daerah di Jawa Timur berstatus zona kuning atau risiko rendah penyebaran Covid-19, yakni Kabupaten Lumajang, Kabupaten Ngawi, Kota Blitar, dan Kota Madiun. Selain zona kuning, gugus tugas provinsi juga memberikan status zona oranye untuk Nganjuk, Tulungagung, Kabupaten Pasuruan, Kota Batu, Jombang, Kabupaten Madiun, Kota Mojokerto, Sumenep, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Ponorogo, Banyuwangi, Kota Malang, Trenggalek, Bondowoso, Kota Kediri, Kabupaten Probolinggo, serta Pacitan.
Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, total yang masuk zona kuning 19 daerah atau berkategori risiko sedang. Sedangkan, daerah yang masuk zona merah atau kategori risiko tinggi, adalah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kabupaten Malang, Pamekasan, Bangkalan, Magetan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Blitar, Situbondo, Lamongan, Jember, Sampang, Bojonegoro, Tuban, dan Kediri.
Pada Ahad (7/6), Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan alasan usulan PSBB tak lagi diperpanjang. Salah satunya karena faktor ekonomi.
Jika PSBB diperpanjang, Risma khawatir akan berdampak buruk ke sektor perhotelan, restoran, mal, hingga pertokoan, yang juga bisa berdampak buruk pada karyawannya. Risma tak ingin warganya tersebut kehilangan mata pencahariannya karena berhenti bekerja lebih lama.
"Karena ini ada permasalahan, masalah ekonomi dan sebagainya, mereka harus bisa nyari makan. Saya khawatir hotel, restoran, kalau tidak bisa mulai dihidupkan kan mereka nanti pegawainya diberhentikan dan sebagainya. Kan karena tidak mungkin membayar orang terus dalam posisi menganggur dan mereka tidak punya pemasukan," ujar Risma.
Risma menegaskan, meski nantinya PSBB di Surabaya tak diperpanjang, bukan berarti ada pelonggaran protokol kesehatan. Dia menegaskan, masyarakat tetap harus menjalankan protokol kesehatan. Risma bahkan mengaku tengah menyusun protokol lanjutan. Ia berharap nantinya masyarakat bisa disiplin mematuhinnya.
"Terus terang protokolnya saya detailkan, lebih kita detailkan. Nantinya kalau misalnya itu dilonggarkan, PSBB dicabut, protokolnya justru lebih ketat karena supaya kita disiplin karena kita belum bebas 100 persen," kata Risma.
Protokol tersebut, menurut dia, akan mengatur segala hal yang harus dijalani masyarakat ketika berkunjung atau beraktivitas di restoran, warung, atau di tempat-tempat umum lainnya, misalnya soal mekanisme transaksi menggunakan uang tunai. Risma mengatakan, hal itu akan diatur dengan ketat demi meminimalisasi penularan Covid-19.
"Jadi, artinya kita harus lakukan protokol yang ketat, mulai nanti bagaimana di restoran, di warung. Bahkan, kita juga atur pembayarannya, cara membayar menggunakan uang, itu cara menerimanya bagaimana," kata Risma.