REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Amanat Nasional (PAN) mengaku menolak kenaikan ambang hatas parlemen atau parliamentery threshold (PT) menjadi tujuh persen pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024. Partai berlogo matahari itu memandang bahwa kenaikan ambang batas tersebut terlalu banyak.
"Itu kenaikan yang sangat fantastik. Kenapa fantastik? Kenaikan itu kan secara bertahap. Dari 2 persen ke 2,5, dari 2,5 ke 3 dari 3 ke 3,5 dari 3,5 ke 4," kata Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus di Jakarta, Senin (8/6).
Dia mengatakan, PT sebesar empat persen saat ini merupakan angka yang logis dan ideal sehingga masih harus dipertahankan. Menurutnya, partai politik seharusnya membangun kebersamaan, bukan membangun oligarki politik.
Dia berpendapat, usulan kenaikan PT hingga tujuh persen itu menjadi semacam upaya dari partai-partai tertentu untuk menghabisi partai-partai kecil. Apalagi, sambung dia, partai-partai yang untuk empat persen saja kesulitan.
"Mana ada partai-partai baru yang lolos ke PT pada hari ini. Oleh karena itu yang paling rasional adalah empat persen itu," katanya.
Menurutnya, pengerucutan jumlah partai tersebut berpotensi mempersempit saluran aspirasi politik masyarakat. Dia mengatakan, PT empat persen saat ini saja sudah menghilangkan aspirasi publik yang diwakili oleh partai-partai yang gagal lolos ke parlemen.
Dia mengaku sepakat dengan apa yang dikemukakan para sekretaris jendral partai non-parlemen. "Jadi, saya setuju apa yang disampaikan Sekjen partai-partai yang tidak lolos parlemen itu yang hasilnya diskusinya itu menyatakan tidak setuju, dan akan melakukan lobi-lobi dan akan ke MK kalau ini ditetapkan," katanya.
Sekretaris Jendral Priyo Budi Santoso (Partai Berkarya), Afriansyah Ferry Noor (PBB), Gede Pasek Suardika (Hanura), Abdullah Mansuri (Partai Garuda), Ahmad Rofiq (Perindo), Raja Juli Antoni (PSI), dan Verry Surya Hendrawan (PKPI) menggelar pertemuan daring pada Ahad (7/6) lalu. Mereka menyatakan penolakan kenaikan PT tersebut.
DPR sedang menyusun RUU Pemilu. Bahasan itu memunculkan tiga alternatif yang saat ini masih menjadi perdebatan di komisi terkait isu ambang batas parlemen.
Alternatif pertama adalah ambang batas tujuh persen yang berlaku nasional. Alternatif kedua adalah kenaikan berjenjang berangkat dari setiap tingkatan pemilihan. Alternatif ketiga adalah dukungan agar ambang batas itu tetap di empat persen.