REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia (IPI) menggelar survei terkait penanganan Covid-19 yang salah satunya menyangkut persepsi publik terhadap pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Responden tertinggi menyatakan mereka setuju PSBB berlanjut tetapi dengan kelonggaran.
Dalam paparan hasil survei yang telah dikonfirmasi Direktur Eksekutif IPI Burhanuddin Muhtadi, mayoritas masyarakat Indonesia ingin agar pemerintah mengedepankan kesehatan dibandingkan ekonomi. Perbandingan persentase keduanya adalah 60,7 dan 33,9 persen. Sedangkan 5,4 persen sisanya tak menjawab.
Kecenderungan ini lebih tampak di kelompok pendapatan lebih tinggi, berpendidikan tinggi, laki-laki, bekerja sebagai pekerja kerah putih (pegawai, profesional), warga perkotaan khususnya di DKI Jakarta. Namun, persepsi publik terbelah besar menyikapi apakah PSBB sebaiknya dilanjutkan atau sudah cukup sehingga bisa dihentikan saja.
Sebanyak 50,6 persen publik setuju agar PSBB dilanjutkan. Sementara 43,1 persen memilih PSBB disetop. Sebanyak 6,3 persen tak menjawab.
Dilihat dari demografinya, IPI menjelaskan, warga berpendidikan SLTA atau setingkat dan perguruan tinggi cenderung ingin PSBB dilanjutkan. Sebaliknya, mereka yang berpendidikan SD-SLTP cenderung ingin PSBB dihentikan.
Demikian pula warga yang berpendapatan lebih tinggi, cenderung ingin melanjutkan PSBB. Sebaliknya dengan warga berpendapatan lebih rendah.
Warga di perdesaan cenderung ingin melanjutkan PSBB dibandingkan warga di perkotaan. Namun, saat ditanya terkait relaksasi atau pelonggaran PSBB, publik lebih banyak setuju dilakukan relaksasi pembatasan.
Sebanyak 7,1 persen menyatakan setuju dan 46,1 persen setuju. Sedangkan yang tidak setuju sebanyak 35,4 persen, dan sangat tidak setuju sebanyak 1,4 persen. Sebanyak 9,3 persen sisanya tak menjawab.
Relaksasi yang dimaksud semisal masyarakat yang berusia kurang dari 45 tahun bisa kembali beraktivitas, 54 persen. Mereka yang setuju terutama warga perempuan, ibu rumah tangga, berpendidikan SLTP-SLTA warga perkotaan, dan warga selain di DKI Jakarta.
Untuk diketahui, survei ini dilakukan tanpa tatap muka pada 16 - 18 Mei 2020. Survei ini melibatkan 1200 responden secara acak dengan metode random sampling. Survei ini memiliki toleransi kesalahan lebih kurang 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.