REPUBLIKA.CO.ID, VOI -- Sumur Wakaf di Masjid Taqwa, Kota Voi, Distrik Taita-Taveta, Kenya, akhirnya selesai pada awal Juni ini. Pembangunan sumur yang direncanakan selesai pada pertengahan Mei kemarin, sedikit melambat akibat adanya pandemi Covid-19.
“Alhamdulillah, pembangunan Sumur Wakaf di Kota Voi dapat rampung. Meskipun sedikit lebih lama dari perkiraan kita karena seperti yang kita tahu, pandemi saat ini sedang menyebar luas di seluruh dunia. Proses pembangunan sempat beberapa kali terhenti karenanya,” ujar Tim Global Humanity Response-ACT, Andi Noor Faradiba, dalam keterangan yang didapat Republika, Selasa (9/6).
Ketika kondisi sudah kembali kondusif, tim yang dibantu oleh warga setempat kembali melanjutkan pembangunan hingga akhirnya selesai. Mereka begitu bersemangat menyelesaikan pembangunan Sumur Wakaf mengingat air bersih amat dibutuhkan.
Faradiba menyebut, biasanya Masjid Taqwa mendapatkan air bersih seminggu sekali dengan air pompa mesin. Namun, suplai ini tidak dapat memenuhi kebutuhan jamaah dan masyarakat sekitar.
Selain air dari pompa, masyarakat sekitar juga terbiasa mengambil air dari sungai. Tidak jarang ada korban yang hanyut karena arusnya yang deras.
Hadirnya Sumur Wakaf di wilayah Voi, diperkirakan akan membawa manfaat bagi sekitar 1.000 masyarakat dan 200 jamaah sekitar. Sumur Wakaf juga dapat mempermudah aktivitas anak-anak setempat yang menjadikan masjid ini sebagai madrasah.
“Masjid ini merupakan salah satu masjid terbesar di Voi. Masjid tersebut juga berperan sebagai madrasah setempat, di mana anak-anak belajar agama dan menghafal Alquran," lanjutnya.
Seperti umumnya wilayah atau kota di Kenya, masyarakat setempat merupakan gabungan warga Muslim dan Kristiani. Mereka hidup dengan harmoni dan damai satu sama lain. Faradiba lantas berharap, hadirnya Sumur Wakaf ini dapat menjadi oase atas kesulitan masyarakat akan air selama ini.
Air bersih masih menjadi komoditas yang penting di Kenya. Seperti dikutip dari Deutsche Welle, pada tahun 2014 lalu ketika cadangan air yang baru ditemukan di Kota Turkana, warga berbondong-bondong datang ke sana karena banyak dari mereka kesulitan menemukan air untuk kebutuhan sehari-hari.
"Kami bermasalah dengan air sebelumnya di sini," ujar salah satu warga, Ekai Amase. Ia juga menyebut harus berjalan beberapa kilometer untuk mendapatkan komoditas berharga ini.
Bahkan, tidak jarang saat masyarakat ingin mengambil air, perlu tiga hari untuk menemukannya. Ketika berjalan pulang, seringkali mereka kehilangan hewan ternak yang mati akibat kehausan.
Berbagai pihak pun turun tangan untuk menyiasati kelangkaan air ini. Sebelumnya pada 2015 lalu, di Nairobi, ibu kota Kenya, sebuah perusahaan teknologi asal Denmark membuat ATM air untuk warga setempat agar mendapatkan air bersih murah.
Lalu pada tahun 2019 lalu, sebuah lembaga juga membuat pembangkit listrik yang membantu mengubah air laut menjadi air konsumsi.