Selasa 09 Jun 2020 14:01 WIB

PSBB Skala Komunitas yang Dinilai Lebih Cocok untuk Surabaya

Masyarakat Surabaya diminta tak sembrono meski PSBB tak diperpanjang.

Warga antre untuk mengikuti tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ngagel, Surabaya, Jawa Timur, Senin (8/6/2020). Badan Intelijen Negara (BIN) terus melakukan tes diagnostik cepat (Rapid Test) dan tes usap (Swab Test) COVID-19  terhadap warga Kota Surabaya sejak Jumat (29/5/2020) untuk memutus rantai penularan COVID-19
Foto: Antara/Didik Suhartono
Warga antre untuk mengikuti tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ngagel, Surabaya, Jawa Timur, Senin (8/6/2020). Badan Intelijen Negara (BIN) terus melakukan tes diagnostik cepat (Rapid Test) dan tes usap (Swab Test) COVID-19 terhadap warga Kota Surabaya sejak Jumat (29/5/2020) untuk memutus rantai penularan COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Febryan A, Antara

Kemarin Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengumumkan adanya tambahan 847 kasus positif baru di Tanah Air. Sebanyak 365 kasus baru di antaranya berasal dari Jatim.

Baca Juga

Salah satu kota di Jatim yang mencatat angka kasus positif yang tinggi adalah Surabaya. Berdasarkan data terakhir, yaitu Selasa (8/6) pukul 18.41 WIB, Surabaya tercatat memiliki 3.360 kasus positif. Sebanyak 296 kasus di antaranya meninggal dan 2.197 kasus positif masih dalam perawatan.

Angka Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di Surabaya sebanyak 3.388 dan Orang Dalam Pengawasan (ODP) adalah 3.942. Tingginya kasus di Surabaya bahkan membuatnya diberi warna merah tua, sebab lebih dari 60 persen kasus Covid-19 di Jatim ada di Surabaya Raya.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya namun sudah tidak akan diperpanjang. Pakar epidemologi Universitas Indonesia Prof. Pandu Riono menilai PSBB di Surabaya Raya tidak seharusnya diterapkan dalam skala kota atau kabupaten. Namun, lebih tepat jika diterapkan dalam skala lebih kecil seperti berbasis komunitas, lingkup kampung, atau RW.

"Sebab, penerapan PSBB skala kota atau kabupaten dampak yang ditimbulkan juga begitu besar. Salah satunya aspek ekonomi dan sosial di masyarakat," kata Pandu saat menggelar video conference dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Menurut Pandu, PSBB berskala komunitas akan lebih substansial. Karena yang menjaga, yang mengawasi, dan menjalankannya adalah anggota komunitas. Sehingga, pemerintah daerah hanya memberikan bantuan yang diperlukan kepada kebutuhan spesifik tertentu.

Pandu menyatakan, ketika PSSB diterapkan dalam skala komunitas, maka protokol-protokol kesehatan harus tetap berjalan. Seperti tidak bepergian jika tidak ada keperluan. Kemudian, keluar rumah harus menggunakan masker, serta rajin mencuci tangan.

“Supaya kita membuat virus itu tidak pergi dari satu orang ke orang lain. Jadi kewajibannya adalah semua masyarakat wajib menggunakan masker bila keluar. Itu vaksin yang kita punya,” kata dia.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan, meski PSBB Surabaya Raya dihentikan, bukan berarti akan terjadi pelonggaran pengawasan penerapan protokol kesehatan di tengah masyarakat.

“Kalau kemarin banyak yang mengeluh ke saya ingin kehidupan normal tapi dengan protokol kesehatan ketat, ayo kita lakukan. Kita harus jaga kepercayaan itu. Kita tidak boleh sembrono karena yang bisa jaga diri kita itu, ya kita sendiri,” kata Risma di Surabaya, Selasa (9/6).

Karena, kata dia, ketika terjadi pelonggaran, otomatis pergerakan manusia atau penduduk akan semakin banyak. Risma pun meminta masyarakat tetap mematuhi protokol-protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

“Kita sudah menyiapkan protokol untuk aktivitas di Surabaya. Jadi tolong protokol itu diikuti dengan ketat, kalau tidak mau sakit atau tidak mau dipisahkan (karantina) dengan keluarga kita, maka kita harus disiplin,” kata Risma.

Risma menegaskan, Pemkot Surabaya telah menyiapkan protokol-protokol untuk seluruh aktivitas di Kota Pahlawan. Misalnya, di pusat perbelanjaan, untuk tempat pembayaran atau kasir harus dilengkapi dengan tirai. Tujuannya, agar antara pedagang dan pembeli tidak terjadi kontak langsung.

“Begitu kita buka (PSBB) itu maka jumlah ketemu orang akan semakin tinggi, kalau kemarin hanya usaha tertentu yang buka. Tapi begitu kita buka, kemungkinan orang datang akan banyak sekali,” kata dia.

Risma juga meminta kepada warga dan semua pihak, termasuk perhotelan, restoran, mal, pertokoan, perdagangan, pasar, untuk lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Risma mengajak semuanya untuk membuktikan bahwa warga Kota Surabaya sangat menghormati dan mentaati protokol yang sudah dibuat oleh pemerintah.

“Ini justru malah lebih berat karena di pundak kita terdapat kepercayaan, ayo kita jaga. Tidak boleh lengah dan sembrono. Kalau kemarin sudah disiplin, misalkan sudah cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak, kita harus lebih disiplin lagi ke depannya,” ujar Risma.

Risma juga mengingatkan, setelah PSBB tidak diperpanjang, warga tidak rea-reo dan tidak boleh seolah-olah lepas dan terbebas dari pandemi Covid-19. Sebab, pandemi ini belum selesai dan masih banyak warga Surabaya yang dirawat di rumah sakit. Dia mengingatkan perjuangan tim medis dalam menyembuhkan pasien yang dirawat tersebut.

“Jangan ditambah lagi hanya karena kita tidak disiplin. Kita harus selalu disiplin, tolong ini diperhatikan. Saya sudah membuat protokol kesehatan untuk semua tempat, tolong diikuti dan dipatuhi di mana pun kita berada,” kata dia.

Risma memastikan, setelah PSBB tidak diperpanjang dan memasuki new normal, akan dibuat SOP atau aturan protokol kesehatannya lebih detail di setiap bidangnya.

Menurutnya, semua ini memang terkesan berat. Tapi kalau tidak dibiasakan, maka warga tidak bisa kerja dan tidak bisa cari makan.

“Sekali lagi ini amanah bagi warga Surabaya, karena itu kita harus jaga kepercayaan dan amanah ini. Jangan sampai kita sembrono. Makanya, kalau kita sudah merasakan sakit, segera periksa dan berobat,” kata dia.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat di tatanan baru atau new normal menjadi lebih berat dibanding masa PSBB. "Kita memang sekarang sudah dalam suasana transisi untuk memasuki new normal itu. Situasi ini lebih sulit daripada kemarin (PSBB) bagi masyarakat," kata Wapres dalam keterangannya di Jakarta.

Menurut Ma'ruf, masa penerapan PSBB membuat sebagian besar masyarakat menghentikan kegiatannya sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Namun, ketika masa transisi dari PSBB menuju normal baru, sejumlah warga harus memulai kembali kegiatannya untuk bekerja.

"Dalam rangka menjaga social distancing, karena kemarin itu kan belajar, ibadah dan bekerja dari rumah, itu relatif lebih mudah dibandingkan ketika kita mulai berada dalam kegiatan-kegiatan," jelasnya.

Adanya sejumlah kegiatan terbatas itu menyebabkan potensi penularan Covid-19. Oleh karena itu, Wapres meminta masyarakat untuk lebih menaati protokol kesehatan di masa transisi maupun di era normal baru nanti.

"Sebab kalau tidak, ini bisa menimbulkan transmisi Covid-19 bisa meningkat lagi. Jadi sekarang ini relatif sudah bisa terkontrol, sehingga kita bisa memasuki new normal itu. Tetapi kuncinya adalah kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan," tegasnya.

Selain itu, ekonomi juga menjadi tantangan lain yang harus dikerjakan bersama, kata Ma'ruf, karena produktivitas selama masa PSBB menjadi terhenti. Menurutnya, persoalan tersebut harus segera diatasi sejak dini supaya tidak berkelanjutan menjadi krisis ekonomi.

"Kalau keterpurukan ekonomi ini kita biarkan, tidak kita tanggulangi sekarang; itu bisa sangat berbahaya. Itu bisa jadi krisis dan nanti untuk melakukan pemulihannya akan terlalu susah, terlalu berat," ujarnya.

Oleh karena itu, Ma'ruf mengatakan dua persoalan tersebut harus menjadi perhatian bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk bangkit dan menjadi produktif di era normal baru pandemik Covid-19.

Selama vaksin Covid-19 belum tersedia luas dan teruji efektif, mematuhi protokol kesehatan menjadi cara yang paling memungkinkan untuk menjalani kehidupan. Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memperkirakan vaksin Covid-19 di Indonesia akan mulai masuk tahap skala produksi pada Februari 2021. Eijkman bekerja sama dengan BUMN Bio Farma untuk memproduksi vaksin itu secara massal.

Peneliti vaksin Covid-19 di lembaga Eijkman Prof. Herawaty Sudoyo mengatakan, kandidat vaksin yang sedang diteliti timnya direncanakan bakal rampung pada Oktober 2020. Selanjutnya akan masuk tahap uji klinis dalam periode November 2020 hingga Januari 2021.

"Dan kami harapkan pada Februari 2021, Bio Farma sudah masuk skala produksi," kata Prof Herawaty saat diskusi daring bertemakan 'Adaptasi Normal Baru dari Perspektif Sains, Kesehatan dan Psikologi', Senin (8/6).

Secara global, kata Herawaty mengutip laporan WHO, kini terdapat 10 kandidat vaksin Covid-19 yang paling terdepan. Kesepuluh kandidat itu telah masuk tahap evaluasi klinis. Sebanyak 3 di antaranya bahkan telah masuk tahap uji klinik fase dua atau sudah diujikan kepada manusia.

Tiga kandidat vaksin yang telah masuk fase uji klinik itu, lanjut dia, dikerjakan di tiga negara. Yakni di Inggris dikerjakan University of Oxford bersama AstraZeneca, di China oleh CanSino Biological Inc bersama Beijing Institute of Biotechnolgy, dan di Amerika Serikat oleh Moderna bersama NAID.

Jika salah satu di antara tiga vaksin berhasil, kata Herawaty, maka akan segera diproduksi massal dan dipasarkan. "Rencananya mereka mau (produksi massal) pada akhir 2021, tapi siapa yang tahu kalau awal atau pertengahan 2021 sudah keluar," ucapnya.

photo
Beda Herd Immunity Alami dan Via Vaksinasi - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement