REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China membantah memanfaatkan kematian pria Afro-Amerika George Floyd untuk kepentingan propaganda terhadap Amerika Serikat (AS). Tudingan itu sebelumnya dilayangkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Cina Hua Chunying mengaku prihatin atas gelombang demonstrasi yang kini berlangsung di sejumlah wilayah AS. Terlebih mengingat jumlah kasus Covid-19 di sana telah menyentuh angka dua juta.
“Bahkan dalam keadaan seperti itu, Pompeo masih penuh kebohongan dan fitnah (menyebut Cina memanfaatkan kematian Floyd untuk propaganda). Sangat menyedihkan,” kata Hua dalam sebuah konferensi pers pada Senin (8/6), dikutip laman resmi Kemlu Cina.
Sejak Martin Luther King, Jr. mengumandangkan pidatonya “I have a dream” hingga erangan George Floyd “saya tidak bisa bernapas”, sudah 57 tahun terlalu berlalu. Namun, menurut Huat, persamaan hak masih menjadi impian bagi etnis minoritas di AS. "Sebuah negara di mana rasialisme sistemik yang serius masih ada,” ujar Hua.
Menurut dia itu bukan sebuah propaganda. Ini adalah fenomena sehari-hari dalam masyarakat Amerika yang harus direfleksikan. "Sebagaimana dengan suara bulat dimohonkan oleh orang-orang dari semua lapisan masyarakat di AS,” ucapnya.
Dia menekankan China selalu menjunjung tinggi prinsip dasar diplomatik non-intervensi dalam urusan internal negara lain. Hua berharap AS pun dapat bersikap serupa.
George Floyd adalah pria Afrika-Amerika yang tewas pada 25 Mei lalu. Dia ditangkap setelah dilaporkan warga melakukan pembayaran dengan uang palsu. Dalam panggilan terhadap polisi, pelapor pun menyebut Floyd sangat mabuk dan tidak bisa mengendalikan dirinya.
Saat ditangkap di tepi sebuah jalan di Minneapolis, empat polisi menelungkupkan Floyd ke aspal. Petugas kulit putih bernama Derek Chauvin kemudian memiting leher Floyd menggunakan lututnya.Dalam video yang viral di media sosial, Floyd tampak mengerang kesakitan.
Floyd meminta tolong kepada Chauvin agar mengangkat lututnya karena dia tidak bisa bernapas. "Saya tidak bisa bernapas, saya tidak bisa bernapas, tolong," kata Floyd.
Namun Chauvin tak menggubrisnya. Setelah sekitar sembilan menit lehernya ditindih menggunakan lutut, Floyd terkulai lemas. Dia tewas saat dibawa ke rumah sakit. Kejadian itu segera memantik kemarahan masyarakat Minneapolis, terutama komunitas Afrika-Amerika. Saat ini demonstrasi telah meluas ke sejumlah wilayah AS.
Demonstrasi antirasialisme dan memprotes kematian Floyd pun digelar di puluhan negara di Asia, Afrika, dan Eropa.