REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara
Tekanan yang didapat selama masa pandemi Covid-19 tidak sedikit membuat orang tua stres. Akibatnya bisa berimbas berupa kekerasan terhadap anak, secara verbal maupun fisik.
Memarahi anak dengan begitu keras, memberikan ancaman serta mencubit, termasuk bentuk kekerasan terhadap anak. Hal ini secara tidak sadar dapat dilakukan oleh orang tua ketika tak mampu membendung emosi.
Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi. mengatakan kekerasan terhadap anak dapat terjadi tergantung dari pengendalian diri orang tua dalam mengatur emosi. Tekanan atau stres saat pandemi pun bukan menjadi alasan bisa melakukan kekerasan secara verbal atau fisik pada anak.
"Semua tergantung dari bagaimana pengendalian diri jadi orang tua itu sendiri, tidak serta merta tekanan hidup membuat orang tua melakukan kekerasan pada anak," kata Vera, Selasa (9/6). "Orang tua merupakan pelindung anak jadi sudah semestinya orang tua menjaga anak dari kekerasan termasuk kekerasan dari orang tua itu sendiri."
Menurut Vera, penting bagi orang tua untuk memahami bahwa anak-anak memiliki kemampuan yang terbatas untuk bisa mengerti tentang keadaan saat ini dan masalah yang sedang dialami orang tuanya.
"Tenangkan diri dengan menerima dengan ikhlas keadaan. Fokus pada apa yang bisa dilakukan termasuk fokus pada apa yang harus dilakukan pada anak dan pahami bahwa anak-anak adalah punya keterbatasan dalam memahami kondisi orang tuanya. Adalah tugas orang tua untuk menjelaskan agar anak paham," jelas Vera.
Untuk mengatasi stres atau tekanan, orang tua sangat diperkenankan untuk menenangkan diri sejenak agar emosi tidak meledak kepada anak. Berbagi cerita dan tetap terhubung dengan orang terdekat merupakan salah satu solusi untuk meredam emosi.
"Orang tua boleh saja bilang butuh waktu sebentar untuk tenangkan diri jika emosi sudah tak tertahankan. Bicara atau berbagi cerita dengan orang yang bisa dipercaya juga bisa kurangi beban stres yang dirasakan," ujar Vera.
Berupaya sabar di tengah pandemi penting dilakukan orang tua. Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan salah satu kekuatan orang tua dalam pengasuhan anak di era pandemi Covid-19 adalah senyuman.
"Mohon jangan pernah tinggalkan senyum. Begitu bangun tidur di pagi hari, ambil kaca, katakan pada diri sendiri kalau tersenyum lebih cantik daripada Syahrini," kata Kak Seto, panggilan akrabnya, dalam seminar daring yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, beberapa waktu lalu.
Kak Seto mengatakan suasana yang baik harus selalu ditimbulkan dalam mengasuh anak, salah satunya melalui senyuman, meskipun dalam masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19. Menurut Kak Seto, manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Dalam setiap kejadian bencana, kerap terlihat banyak orang, bahkan anak, yang dibangkitkan kemampuan adaptasinya.
"Kunci pengasuhan anak adalah orang tua. Mohon para bunda dan ayah untuk tetap tersenyum dan bersemangat di tengah pandemi Covid-19," tuturnya.
Pandemi Covid-19 telah memunculkan kebiasaan-kebiasaan baru di tengah masyarakat. Yaitu tetap tinggal di rumah, termasuk anak-anak yang harus tetap belajar di rumah bersama orang tua.
Kak Seto mengingatkan orang tua yang mendampingi anak-anaknya belajar di rumah untuk tetap bersabar dan menghindari pendekatan kekerasan dalam mendidik dan mengajar anak. "Belajar tidak harus dengan cara-cara kekerasan. Belajar di rumah memerlukan kreativitas dan senyuman dengan ide-ide yang menarik dari ayah dan bunda," katanya.
Kak Seto mengatakan pada dasarnya dunia anak adalah bermain. Karena itu, suasana belajar dan bermain harus dipadukan.
"Buat anak senang untuk belajar dengan membangun suasana yang menyenangkan," ujarnya.
Pandemi Covid-19 ternyata memiliki efek yang cukup besar dalam relasi orang tua anak. Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Leny Nurhayati Rosalim mencatat kekerasan pada anak meningkat selama pandemi Covid-19.
Leny mengatakan banyak orang tua yang belum siap dengan kondisi tetap di rumah dan jadi pengasuh yang baik. "Hanya dalam jangka waktu tiga minggu dalam periode 2 hingga 2 April 2020, kekerasan pada anak mengalami peningkatan. Sebanyak 368 kasus kekerasan dialami 407 anak," ujar Leny, beberapa waktu lalu.
Leny menambahkan banyak orang tua yang belum siap dengan kondisi untuk tetap di rumah. Serta belum adaptif dengan kondisi yang ada saat ini. "Selain itu, belum terbangun relasi yang setara dan orang tua belum siap menjadi pengasuh yang baik," katanya.
Kondisi seperti itu, lanjut dia, banyak memunculkan konflik baru. Hal itu yang menyebabkan meningkatnya kekerasan di rumah baik pada pasangan maupun anak. Terutama anak usia dini.
"Orang tua berada di rumah, anak juga belajar dari rumah. Orang tua kehilangan sumber pendapatan, cemas tidak mampu membayar tagihan, banyak yang tidak mampu mengelola mentalnya. Akibatnya pelariannya dengan melakukan kekerasan pada anak atau anggota keluarga lainnya," jelasnya.
Leny juga memberikan sejumlah saran pengasuhan anak pada saat pandemi yakni luangkan waktu untuk dihabiskan bersama anak, gunakan kalimat positif dan kembangkan perilaku positif pada anak. Selanjutnya, tetap tenang dan kelola stres, membuat rutinitas harian yang fleksibel dan konsisten, terbuka tentang informasi Covid-19, dan mengarahkan perilaku anak yang buruk.
Untuk menciptakan iklim yang positif di rumah pada masa pandemi Covid-19 memerlukan komitmen, komunikasi, dan kreatif serta aksi. Selain itu, KPPPA juga menyediakan layanan konseling bagi orang tua yang menggalami gangguan psikologis pada saat pandemi Covid-19.